[CERPEN] Ngabuburit Bersama Sahabat, Bukber di Masjid Raya Baiturrahman Aceh
![]() |
ilustrasi buka bersama sahabat (pexels.com/Thirdman) |
Pada siang yang cerah, di ruang kelas yang mulai terasa sepi, seorang gadis sedang berkutat dengan laptopnya. Jarinya menari-nari di atas keyboard.
Ting!
Suara aplikasi WhatsApp di Android-nya berdering. Gadis itu menghentikan aktivitas sejenak dan melihat chat WhatsApp yang masuk.
Adelia: [Hai Syazy! Bagaimana jika nanti sore, kita ngabuburit sambilan mencari takjil Untuk buka bersama?]
Syazy: [Ide yang bagus, setelahnya kita berbuka di Masjid Raya Baiturrahman bagaimana?]
Setelah mengirim pesan, ia menatap layar ponsel, menunggu balasan. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar, menandakan bahwa Adelia telah membalas.
Adelia: [Saran yang bagus, kita harus cepat pergi, ya! Karena jalanan pasti macet.]
Syazy membalas dengan emoji jempol.
Ketika matahari mulai condong ke barat, Adelia sudah menunggu di depan kos Syazy. Rasa sabar mulai menipis dan gadis itu pun memutuskan untuk menelepon sahabatnya.
“Syazy! Cepat keluar! Aku sudah menunggu lama di sini,” kata Adelia dengan nada sedikit kesal.
Syazy yang sedang merapikan jilbabnya menjawab, “Sebentar lagi, Adelia. Jilbabku agak miring, nih.” Ia masih berusaha memperbaiki penampilannya di cermin.
Adelia menghela napas. “Cepat! Nanti kita telat,” desaknya lagi.
Akhirnya, Syazy keluar dari kos dengan jilbab yang sudah rapi. Mereka berdua pun berjalan bersama menuju pasar yang biasanya ramai menjelang waktu berbuka. Suasana sore itu dipenuhi dengan aroma makanan yang menggugah selera.
Di pintu jalan utama bertuliskan “Eksis Ramadan 2025” ekspo kewirausahaan yang diadakan oleh Universitas Syiah Kuala di Jalan Tengku Chik di Lamyong atau Lapangan Gelanggang USK. Tenda-tenda berdiri kokoh, aroma makanan dan minuman menguar di udara, membuat perut keroncongan, menggugah minat orang-orang untuk membeli berbagai jajanan. Bermacam-macam makanan yang dijajakan seperti kolak, sop buah, gorengan, es tabung, dan berbagai jenis kue tradisional. Syazy dan Adelia mulai berkeliling, memilih takjil yang paling menarik perhatian mereka.
“Lihat itu! Sop buah! Aku suka banget!” seru Syazy sambil menunjuk pedagang sop buah.
“Yuk, kita beli!” jawab Adelia dengan semangat. Mereka berdua pun membeli sop buah dan melanjutkan perjalanan mencari takjil lainnya.
Setelah keduanya membeli takjil untuk berbuka, mereka melanjutkan perjalanan ke Masjid Raya.
Jalanan padat dan penuh kendaraan berlalu-lalang, Matahari pun terlihat mulai terbenam perlahan-lahan.
Sebuah bangunan megah menampilkan keindahan arsitektur yang terinspirasi oleh revivalisme Mughal, dirancang oleh arsitek Belanda, Gerrit Bruins. Bangunan ini memiliki tujuh kubah yang megah dan delapan menara yang menjulang tinggi, menciptakan siluet yang mengesankan di langit.
Kubah hitam yang unik terbuat dari sirap kayu keras yang disusun menjadi ubin, memberikan karakter visual yang menarik dan estetik. Atap sirap ini tidak hanya berfungsi melindungi bangunan dari cuaca, tetapi juga menambah nilai artistik dengan tampilan alami yang semakin indah seiring berjalannya waktu.
Interior bangunan dihiasi dengan pilar marmer dari Cina, yang menambah kesan kemewahan dan keanggunan. Jendela kaca patri dari Belgia menyuguhkan permainan cahaya yang memukau, sementara pintu kayu berukir indah menampilkan keterampilan seni ukir yang tinggi. Lampu gantung perunggu menggantung dengan anggun, menerangi ruangan dengan cahaya hangat.
Selain itu, payung dari Arab Saudi melengkapi desain interior, memberikan sentuhan eksotis dan fungsionalitas. Keseluruhan elemen ini menciptakan suasana yang megah dan harmonis, menjadikan bangunan ini bukan sekadar tempat, tetapi juga sebuah karya seni arsitektur yang kaya akan sejarah dan budaya. Bangunan megah tersebut adalah Masjid Raya Baiturrahman, yang terletak di Banda Aceh, Indonesia, adalah salah satu masjid paling ikonik dan bersejarah yang merupakan simbol agama, budaya, kekuatan, perjuangan, dan nasionalisme rakyat Aceh.
Masjid asli dibangun pada tahun 1612 oleh Sultan Iskandar Muda. Awalnya masjid ini sempat hancur akibat serangan Belanda pada tahun 1873 selama Ekspedisi Aceh Pertama. Sebagai bentuk rekonsiliasi, Belanda membangun kembali masjid ini pada tahun 1879 dengan desain baru yang selesai pada tahun 1881. Awalnya, masjid hanya memiliki satu kubah dan satu menara, Kubah dan menara tambahan ditambahkan pada tahun 1935, 1958, dan 1982.
Saat sampai, keduanya langsung duduk di taman halaman Masjid Raya Baiturrahman di dekat kolam sambil menikmati pemandangan sore hari yang indah. Mereka berbincang tentang berbagai hal. Mulai dari kegiatan di kampus, lomba di bulan Ramadan hingga rencana liburan setelah Ramadan.
“Syazy, apakah kamu sudah selesai ujian tengah semester?” tanya Adelia.
“Belum, sih. Masih banyak mata kuliah yang belum,” jawab Syazy.
Suasana sore itu sangat nyaman dengan angin sepoi-sepoi dan suara anak-anak bermain di sekitar mereka.
Mereka bercanda dan tertawa, menikmati kebersamaan yang sederhana, tetapi bermakna. Saat waktu berbuka semakin dekat, Syazy melihat ponselnya di tas selempang. Namun, tanpa terduga ia terkejut saat melihat layar ponselnya.
“Astagfirullah! Adelia, kamu tidak mematikan teleponnya?”
“Oh iya, aku melupakannya sepertinya,”
“Berarti kita dari tadi teleponan, sedangkan kita tidak menyadarinya dari tadi!” seru Syazy sambil tertawa.
Adelia ikut tertawa mendengar kekonyolan itu. “Jadi kita ngobrol tanpa sadar, ya.” Seketika tawa keduanya pun semakin pecah yang mengundang perhatian beberapa orang.
Teeet!
Sirene berbuka pun telah bunyi, keduanya berhenti tertawa. Mereka mulai membaca doa sebelum berbuka puasa, doa mustajab saat menjelang berbuka, sekaligus doa makan tentunya.
“Selamat berbuka puasa!” ucap Syazy sambil mengangkat gelas berisi air mineral.
“Selamat berbuka!” balas Adelia dengan semangat.
Mereka mulai menikmati takjil yang telah dibeli sebelumnya. Kurma terasa manis dan segar, sementara es buah memberikan sensasi dingin yang menyegarkan setelah seharian berpuasa.
Saat matahari mulai merunduk, suara azan berkumandang, menggema di seluruh penjuru Kota Banda Aceh. Di dalam Masjid Raya Baiturrahman yang megah, jemaah mulai berdatang memasuki area masjid, mengenakan pakaian sopan dan rapi. Mereka memasuki masjid dengan penuh rasa khusyuk dan takzim, melangkah di lantai marmer yang sejuk, menuju ruang salat utama yang luas.
Di bawah tujuh kubah besar yang menjulang tinggi, cahaya matahari yang masuk melalui jendela kaca patri memantulkan warna-warni yang lembut di dinding dan lantai. Payung besar yang terpasang di dalam masjid terbuka, memberikan perlindungan dari cahaya terang dan menambah kesan anggun pada ruangan tersebut.
Jemaah berbaris rapat, membentuk saf yang teratur, dan berdiri dengan khusyuk.
“Allahu akbar.”
Suara imam yang lembut terdengar memimpin bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, sementara jemaah mengikuti dengan hati yang tenang dan penuh penghayatan. Gerakan rukuk dan sujud dilakukan bersama, menciptakan suasana penuh ketenangan dan kedamaian.
Lampu gantung yang besar di atas menambah suasana sakral, memancarkan cahaya yang hangat. Di antara barisan jemaah, wajah-wajah penuh kesungguhan mencerminkan kedekatan mereka dengan Sang Pencipta. Suara doa dan zikir terus dilantunkan menggema di dalam hati setiap orang yang hadir.
***
Tentang Penulis
Syazwa Nur Maulidina seorang mahasiswa aktif Pendidikan Sejarah di Universitas Syiah Kuala, memiliki minat membaca dan menulis. Aktif mengikuti berbagai kegiatan penulisan di beberapa komunitas. “Setiap kalimat adalah pengabdian, setiap paragraf adalah langkah menuju perubahan.” Kalian bisa menyapa medsosnya @syazwaaanm_