[CERPEN] Sebatas Rasa
“Na, kok kamu enggak bilang, sih, kalo jadwal Bu Wenni diundur lagi?”
“Aku
sudah sampek kampus dari tadi dan baru dikasih tahu sama Rado kalo jadwal Bu
Wenni diundur lagi.”
“Silfi
enggak ada ngomong apa pun sama aku.”
Marchella
Putri atau yang akrab dipanggil Ella memutuskan sambungan telepon bersama
sahabatnya setelah berdebat panjang.
Hatinya
kesal luar biasa saat membaca pesan dari Rado yang ia tanyai keberadaannya
karena harusnya mereka ada kelas hari ini akibat pergeseran jadwal. Rado
menjawab jadwal Bu Wenni mundur, Silfi yang ditunjuk Bu Wenni untuk memberi
tahu teman-teman yang lain, tetapi tidak dengannya.
“Punya
dendam apa, sih, Silfi sama aku sebenarnya?” Ella bergumam sembari sesekali
mengentakkan kakinya untuk meluapkan kekesalan yang bercokol. Akan tetapi,
kedongkolan Ella sirna begitu saja saat kedua netranya menangkap sosok
laki-laki yang kini tengah berdiri di samping mobil SUV warna putih. Berkemeja
senada dengan warna mobil dan lengannya digulung hingga sebatas siku, serta
memakai celana brown sugar. Tunggu.
Ternyata laki-laki itu memakai sandal jepit berwarna hitam.
Ella
tersenyum kecil saat melihatnya. Entah apa yang ingin laki-laki itu sampaikan
untuk khalayak umum, atau mungkin ia merasa lebih nyaman menginjak pedal gas
mobil dengan sandal.
Laki-laki
itu Marchello Arion Dikara, keluarganya sering memanggilnya Chello. Laki-laki
yang Ella kagumi selama 12 tahun lamanya meskipun tak pernah bertemu lagi
semenjak pertemuan terakhir mereka.
Selama
ini, Ella hanya mengikuti akun sosial media Chello tanpa sekali pun menyapanya.
Pada saat dia melihat langsung Chello setelah sekian lama, hatinya masih
berdesir halus. Rasanya Ella sudah menggadaikan 5 tahun ke depan
keberuntungannya untuk pertemuannya dengan Chello hari ini.
Hampir
tidak ada yang berubah dari seorang Chello selain tinggi badannya yang
bertambah, dan jangan lupakan juga tambahan pahatan otot yang terlihat jelas di
lengannya.
Selebihnya
masih sama, kulit putih pucat, parasnya yang tetap tampan dan pesona tengil
yang selalu melekat di diri Chello.
Ella
menguatkan hatinya, bertekad untuk menyapa Chello yang tampaknya tidak
menyadari keberadaan Ella yang hanya berjarak beberapa meter di depannya, atau
Chello memang sengaja mengabaikan orang-orang di sekitarnya dan hanya berfokus
pada ponsel di genggamannya, entah.
“Kak
Chello,” sapa Ella dengan hati yang berdegup kencang. Pesona seorang Marchello
ternyata masih sebegitu kuatnya untuk seorang Marchella meskipun sudah sekian
lama mereka tidak saling berkomunikasi satu sama lain.
Chello
mengangkat pandangannya. Menatap Ella dengan kening yang sedikit berkerut.
“Kak
Marchello, kan? Anaknya Pak Dikara?”
Chello
mengangguk ragu menjawab pertanyaan Ella.
“Kakak
lupa sama aku? Aku Marchella.”
“Marchella?”
“Marchella
Putri, anak kecil yang dulu suka ngikutin Kak Chello pas Kakak ke panti. Ingat.
tidak?”
Setelah
beberapa saat Chello diam dengan wajah bingungnya, senyuman kecil terbit
menaikkan kadar ketampanan dalam diri Chello.
“Oh
yang itu, iya aku ingat, Ella yang dulu suka caper sama Kakak itu, kan? Anak
kecil tomboi yang suka nantang basket tapi selalu kalah.”
Ella
tersenyum lega. Jantungnya makin berdegup tak beraturan, keringat mulai
membasahi kedua telapak tangan yang sedari tadi menggenggam menahan gugup. Ada
sebuah rasa yang membuncah saat mendengar pengakuan Chello bahwa laki-laki itu
masih mengingat Ella setelah sekian lama berlalu.
“Kamu
apa kabar?”
Seperti
obrolan basa-basi pada umumnya, saling bertegur sapa, menanyakan kabar, dan
berlanjut pada pertanyaan-pertanyaan lain yang didominasi oleh Chello. Namun,
di tengah serunya obrolan, sosok wanita dengan bertubuh tinggi, langsing dengan
paras cantik yang telah diakui oleh seluruh laki-laki sefakultas itu datang
menghampiri mereka. Ke Chello lebih tepatnya karena saat wanita itu berada di
sebelah Chello, kedua lengannya langsung memeluk mesra lengan Chello.
“Sudah
lama nunggu? Maaf, ya, tadi ada urusan sebentar sama dosen lain.”
Ella
mengenali sosok wanita itu, dia Ms. Selena dosen, wanita single, banyak dibicarakan kaum Adam satu fakultas karena kecantikan,
keramahan, dan kecerdasannya. Salah satu wanita yang mampu membuat Ella iri,
dan makin membuat Ella iri saat melihat Selena dekat dengan Chello.
Selena
menatap Ella dan Chello secara bergantian sebelum membuat gerak kepala seakan
bertanya pada Chello.
“Oh
iya, Lla, kenalkan ini Selena, dan Selena Ini Marcella, adik jauh aku.”
Ella
dan Selena saling melempar senyum satu sama lain.
“Kuliah
di sini? Kok aku enggak pernah tahu kamu punya adik yang kuliah di sini,
Arion?”
Iya,
Ella ingat teman-teman Chello memanggil laki-laki itu dengan nama tengahnya
Arion. Ella tahu karena sering stalking
akun media sosial Chello, dan membaca komentar pada setiap postingannya.
Chello
tersenyum menatap Selena penuh perhatian. “Aku baru ketemu lagi sama dia selama
12 tahun, aku juga baru tahu kalo dia kuliah di sini juga.”
Ella
masih terdiam, mengamati interaksi dua orang di depannya dengan sesama. Dari
pengamatannya, hubungan mereka terlihat lebih dari kata teman biasa. Tergambar
dari Selena yang tidak melepas lengan Chello sedari tadi, itu bisa menjadi
salah satu bentuk wanita memberi tahu bahwa laki-laki itu miliknya.
“Jarak
umur kalian jauh juga, ya?”
“Delapan
tahun. Aku sama Ella terpaut delapan tahun.”
Ella
tersenyum untuk ke sekian kalinya saat Chello masih mengingat jarak umur
mereka. Entahlah, setiap Chello mengingat sesuatu tentang dirinya, hati Ella
selalu membuncah senang.
Selena
mengangguk, kembali melempar senyum pada Ella yang masih mengamati sosok Chello
dalam diam.
“Kamu,
mau pulang?”
Ella
mengerjap menatap Selena sebelum mengangguk pelan, menjawab pertanyaan Selena.
“Kalo
gitu-“
“Sayang,
tadi Mama bilang sudah menunggu di rumah, tetapi kita disuruh mampir ambil kue
di langganannya, kamu enggak pa-pa kan mampir bentar?” Selena memotong kalimat
Chello.
Chello
menatap Selena sebelum mengangguk mengiyakan. “Lla, kamu pulangnya hati-hati
ya, kapan-kapan kita harus ketemu lagi, Mama sama Papa pasti senang ketemu
kamu.”
Ella
mengangguk kaku di tempat. Otaknya mendadak beku saat mendengar panggilan
Selena untuk Chello. Panggilan ‘sayang’ yang artinya memang benar ada sesuatu
di antara mereka.
Harusnya
Ella tidak lagi kaget saat melihat gerak-gerik Selena sedari tadi. Namun, entah
kenapa ada rasa sesak saat mengetahuinya secara terang-terangan seperti ini.
Chello
dan Selena berpamitan untuk pulang terlebih dahulu, meninggalkan Ella yang
masih terpaku di tempat dengan perasaan campur aduknya.
Ella
melihat bagaimana Chello dengan begitu perhatian membukakan pintu untuk Selena
sebelum masuk ke dalam mobil lewat sisi yang lain.
Tak
lupa Chello juga melambaikan tangan pada Ella saat mobil mereka perlahan
melewati gadis itu sebagai tanpa perpisahan.
Ella
tidak tahu jika bertemu dengan Chello kembali setelah belasan tahun akan
sesakit ini. Rasa membuncah saat pertama melihat Chello tadi tergantikan rasa
debaran yang menyesakkan dalam diri Ella.
Ella
akui jika rasa kagumnya dulu telah berkembang sedikit demi sedikit sampai saat
ini. Namun, saat melihat bagaimana serasinya Marchello dan Selena saat bersama
membuat Ella merasa sangat kecil dan jauh. Ella bukan siapa-siapa jika
dibandingkan Selena yang mendekati sempurna.
Kabar
angin mengatakan jika Selena tengah menjalin hubungan serius dengan seorang
laki-laki yang lebih muda darinya. Kini, Ella tahu serta melihat sendiri siapa
laki-laki yang mereka bicarakan, dia Marchello Arion Dikara. Laki-laki sama
yang telah mencuri hatinya.
Ella
cukup tahu diri untuk tidak menjadi mengganggu dalam hubungan mereka. Teruntuk
rasa suka dan rasa kagum Ella untuk Marcello, biarkan semua hanya menjadi
sebatas rasa tanpa harus memiliki.
Nawang Candra A.S.
namanya, kalian bisa memanggilnya Nana. Dia lahir di sebuah kota di Jawa Timur,
pada pertengahan tahun 90-an. Punya hobi mendengarkan musik dan kuliner.
Penyuka drakor yang akhir-akhir ini tertarik dengan bab kepenulisan. You can find me on IG: @nanatyping.
Posting Komentar