[PUISI] Empat Waktu Asmara
![]() |
ilustrasi tumpukan kenangan (pexels.com/Abet LIacer) |
Kau
yang terbentuk dari lengkung pagi
tak habisnya hendak kureguk;
gemilangnya
pancarannya
desaunya
hingga terasa mabuk di sudut-sudut dada
untuk kemudian kubingkai rapi
kukemas
dan kusimpan dalam ingat selagi hangat
Kau
yang menjelma bara setelah didekap siang
tiba-tiba membakar debar
saat seluruh bising meradang dan heningku tertelan kasar
dengan seenaknya suluh apimu;
melenggang
memutar
menyuguhi
geletar renjana paling berani
untuk kusingkap tanpa hirau berahi
Kau
yang senyap merayap seiring cungkup petang
ikut hanyut redup menyusupi kabut
rintik bening merusuh lewat matamu
tak berhasil kutemui sesuatu apa pun itu dari lekuk garis wajahmu;
ayu meluntur
tawa mengabur
tinggal sepotong temu masih bisa kita maknai: berjanji pergi untuk kembali
Kau
yang mendulang bintang selami temaram malam
pulang kantungi damba cita
berkeredapan punggung, rambut, dan matamu kirimkan percik kesyahduan
derap langkah dijelang,
memanggang kecupan,
berbalas rengkuh,
sesaat menyibak pintu lalu mengunci rapat, kita resapi seluruh oleh-oleh dari langit
sebelum aku kembali pada sepi,
dan kau mewujud lengkung pagi.
Bekasi, 11—12 Juli 2023
TENTANG PENULIS
Pemuda asli Semarang yang tinggal di Bekasi ini lahir setahun sebelum Orde Baru tumbang. Nyemplung di dunia kepenulisan saat SMP, manuskrip perdananya cerpen 5 halaman di kertas HVS. Hobi melahap segala fiksi, mendengarkan musik lawas, berburu lomba, dan menggurat karya yang membuncah di kepala. Jika ingin menyapa, colek saja di @faktaputra97.
Posting Komentar