Inspirasi Puisi Keren Tema Hujan, Penuh Kenangan!
Dalam gemerisik hujan, setiap tetesan menari mengungkap kisah kenangan yang terpatri dalam ingatan. Langit menjadi kanvas rahasia yang terkuak lewat butir-butir air yang turun perlahan, membawa nostalgia yang tersembunyi. Di balik jendela yang berkabut oleh hujan, serpihan kenangan mempermainkan hati dalam tarian pelangi ingatan, menciptakan harmoni emosi yang tak terucapkan.
# Puisi 1
Sebatas Hujan
Oleh : Wahyu
Warningsih
Hanya sebatas
hujan
Tetapi engkau
mengingatkanku tentang dia
Mega mengapa
engkau menangis?
Tangisanmu
membuat hati ini semakin resah dan sakit
Nabastala
mengapa engkau membiarkan sang mega menangis
Tidak’kah engkau
mengasihi diriku
Akan dia yang
menancapkan
Sebilah pisau yang
berkedok hujan asmara
Gundah hati ini
semakin gundah
Tak kala gemuruh
semakin bersuara
Membuat hati semakin
sakit
Kini giliran air
mataku yang mengalir dalam kesunyian
# Puisi 2
Hujan
Oleh : Siti Icun
Syamsuriah
Terdengar dersik
lembut mendayu
Sentuhannya
lembut mengelus kulit
Menyentuh hingga ke relung pori
Dingin sejuk
memberikan rasa nyaman
Tak lama rinai
berlomba menjelajahi bumi
Menguar petrikor
terhidu menyelusup
Membuka kata
kunci renjana
Yang
mengingatkan semua tentangnya
Hujan selalu
mengingatkan kisahnya
Semua kasih yang
kuterima
Sentuhan cinta
yang ia berikan
Semua abadi
terpatri di memori
Meski renjana
ini terjeda
Cinta kita tak
akan fana
Bersemi dan
mekar
Meski musim selalu bertukar
# Puisi 3
Tak Selamanya
Hujan Menghampiri
Oleh : Veily
Hari ini;
Banyak jiwa-jiwa
yang bersedih
Banyak berita
duka berdatangan
Pun kisah-kasih
yang menemui akhirnya
Rangkaian bunga
putih di halaman rumah
Semerbak harum
melati dari kamar
Harum sedap
malam pun menghampiri
Menanda hari
yang sudah malam
Esok adalah
pagi;
Satu orang yang
pergi bukanlah akhir dunia berpijak
Besok ialah hari
baru;
Hari pertama
setelah hari ini berakhir
Aku percaya;
Tiada hujan yang
turun tanpa akhir
# Puisi 4
Hujan di hatiku
Oleh : Siti Icun
Syamsuriah
Hujan di hatiku
Menyimpan sejuta
rindu
Rindu kepada ayah
dan ibu
Tak bisa hilang
hingga ujung waktu
Hujan di hatiku
Selalu terasa
menyayat jiwa
Ketakutan
menyapa
Rasa tak ingin
jauh darinya
Hujan di hatiku
Menyisakan
kesepian
Menambah rasa
dingin hingga ke persendian
Menghadirkan
suara tangisan
Hujan di hatiku
Selalu berkesan
Ada
kesedihan juga kebahagiaan
# Puisi 5
Ganasnya Sang
Guntur
Oleh : Demi
Agustiana
Derasnya hujan
Membuatku
terpaku
Tercipta derai
tetesan
Yang memenuhi
bumi
Pandangan ku
teralihkan
Kepada bumantara
yang berwarna abu pekat
Yang tercipta
kilatan cahaya
Yang membuat
semua orang takut
Dentuman yang
begitu keras
Disertai
lebatnya air yang jatuh
Yang beriringan
tiada henti
Itulah sang
guntur, yang memporak-porandakan bumi dan langit
# Puisi 6
Hujan di penghujung
tahun
Oleh: Siti Icun
Syamsuriah
Dua puluh
delapan hari berlalu
Menanti hujan
turun
Hari ini hujan turun meski hanya sekejap
Hadirmu
menyejukkan seisi bumi
Tanah berbahagia
Tumbuhan menari
bersuka cita
Telah hilang
dahaga
Hanya kesejukan
yang terasa
Bunga-bunga di
halaman semua ceria
Hujan di
penghujung tahun
Menyisakkan
kesedihan bagiku
Aku menantikan
dirinya
Hadir membasuh
rinduku
Agar berbunga
cinta di hatiku
Namun harapanku
sirna
Ia yang kucinta
tak akan datang jua
# Puisi 7
Bumi yang
Bersedih
Oleh : Veily
Ibu pertiwi;
Merasa sedih,
Merasa sakit,
Dan terluka
Ibu merintih
pedih
Ibu menahan rasa
perih
Sastra berkata,
“aku cinta, Ibu pertiwi” ; dan pula
Sastra menggores
cairan merah dari tubuh Ibu
Ibu merintih
menahan derita
Tatkala Ibu
sudah tak lagi kuat
Sedih pun tak
bisa tertahan oleh Ibu
Hujan turun
menyelimuti tubuh Ibu;
Dan membasuh
lukanya
# Puisi 8
Kumenanti Kehadiranmu
Oleh : Siti Icun
Syamsuriah
Hujan
Kumenanti
kehadiranmu
Untuk
menyejukkan jiwa
Meluruhkan
dahaga
Karena rasa
rindu yang mendera
Aku merindukan
Dirinya
Suaranya
Belaiannya
Kasih sayangnya
Hujan
Kehadiranmu
mengingatkan aku
Tentang kisahnya
Kisah kasih yang
tak akan hilang
Kan selalu
bersemayam dalam ingatan
Indah terukir
bagai pahatan
Rintikan Hujan
Oleh : Demi
Agustiana
Gerimis melanda
Bersamaan dengan
angin yang tertiup
Walaupun tidak
terlalu kencang
Tapi cukup
membuat bibir ini gemeletuk
Suasana dingin
yang mencekam
Dibawah naungan
pohon beringin yang kokoh
Menjadikan
tempat berteduh
Walau gerimis
berubah menjadi derai hujan yang saling berjatuhan
Tercipta tabir
dan tirai
Seakan
mengundang untuk bermain dengannya
Tapi jangan
salahkan dia
Jika nanti kau
sakit
# Puisi 10
Hujan Asmara
Oleh : Wahyu
Warningsih
Hati ini
berdebar seakan gemuruh di langit
Tak kala engkau mendekapku
dalam tangisan hujan
Ohh ... apakah
engkau tahu
Dalam benakku
tersimpan cerita asmara duhai kasih
Apakah tangisan
mega bisa membuat cerita dalam genggaman
Tentang engkau
dan aku membuat cerita hujan asmara bersama?
Apakah angan
dalam pelukanmu ini bisa terjadi?
Tentunya tidak
akan pernah
Engkau dan dia
sudah terikat dalam perjanjian
Perjanjian
rembulan dan lintang
Selalu bersama
dalam gelapnya nabastala
Maupun gemuruh
dalam tangisan mega
# Puisi 11
Payung Dalam
Derasnya Hujan
Oleh : Kelompok
A
Tak cukup kah
kau isi hariku dengan hujan?
Belum puas kah
gemuruh hatiku?
Harus berapa
lama aku mengais cintamu?
Kemarau masih
lama menyapa
Hati akan
membeku
Cepatlah peka
agar hati tak layu
Kepekaanmu yang
ku pinta
Jangan biarkan
aku sakit
Dalam derai
hujan yang melanda
Tidak’kah kau
peduli denganku, wahai kasih?
Aku
menginginkanmu sebagai payungku
Payung dalam
derasnya hujan yang melanda
Tetapi engkau
malah membuat gemuruh semakin bersuara
Kau pergi dalam
derasnya hujan
Meninggalkan diriku dalam lara
# Puisi 12
Lara Derasnya
Hujan
Oleh : Kelompok
A
Hujan
Cinta dan perih,
Cahaya dan kilat
Dingin…
Tak ada
kehangatan
Yang ada
penghianatan
Khianat?
Ohh, bukan
Karena kilatan
yang memporak-porandakan kalbu
Kalbu dalam lara
derasnya hujan
Gemuruh didada
sebagai melodi
Cahaya kilat
sebagai penerang
Membuat hati ini
semakin berkobar
Deras air mata
ini
Bersahut-sahut
dalam hujan amarah
Seiring gerimis yang mereda, hujan menjadi peluk
abadi, mengajak kita menemukan kembali sejuta kenangan yang pernah terlupakan.
Bukan hanya guyuran air, hujan melodi sepi yang mengalun indah, memainkan
not-not kenangan yang disimpan rapat di dalam relung hati. Dalam redupnya hujan
yang mereda, kenangan tetap bergelayut dalam bisikan angin, merajut ingatan
yang tak akan pernah pudar di dalam jiwa yang selalu bertanya-tanya pada hujan.
TENTANG PENULIS
Karya ini ditulis oleh kelompok A untuk mengikuti kompetisi Arisan Karya Komunitas Ufuk Literasi. Berikut adalah nama-nama anggotanya.
1. Wahyu Warningsih
2. Siti Icun Syamsuriah
3. Demi Agustiana
4. Veily
Posting Komentar