[CERPEN] Kisah Malu Murid Baru
![]() |
Dalam ruangan yang terlihat gelap, terdengar
suara kipas yang masih berputar layaknya kehidupan yang terkadang senang,
terkadang juga sedih. Suara kipas yang dilengkapi dengan kemasan sisa makanan
ringan yang berserakan di lantai membuat ruangan tersebut tidak layak jika
disebut sebagai kamar tidur melainkan cocok disebut sebagai sarang tikus
beserta teman-temannya.
Ai a ia bang jali nagih hutang…..Ai a ia bang jali nagih hutang…..Ai a
ia bang jali nagih hutang.
“Huaaaaaahhhhhh” Ican mengucek matanya sembari
merentangkan kedua tangannya, ia terbangun dari tidur nyenyaknya setelah
mendengar bunyi alarm dengan nada dering favoritnya.
Pagiku cerahku, matahari bersinar
Ku bersihkan kamarku, tapi nanti saja
Terima kasih semua, telah menyambutku
Maaf menunggu lama, tidurku sangat nyenyak….
Sungguh senang, amat senang
Bangun pagi- pagi, sungguh senang…
Senandung Ican merdu, dengan nada lagu “Guruku Tercinta” versi presiden Ican.
“Eh! presiden emak sudah bangun.” Ucap emak Ican ketika melihat putranya yang
tengah berjalan ke arah dapur.
“Iya Mak, Ican bangun pagi. Karena presiden
harus mencontohkan yang baik kepada
rakyatnya.” Jawab Ican penuh dengan percaya diri.
“Eleh,
eleh…. Anak emak ini. Kamu coba lihat jam! sekarang pukul berapa?” mendengar
perintah emaknya, Ican dengan cepat melihat ke arah jarum jam, kemudian
tersenyum malu ke arah emak yang masih menatapnya.
“CEPAT SIAP-SIAP!” teriak emak Ican dengan
suara keras melebihi suara toa masjid.
Secepat kilat, Ican lari kembali ke arah kamar.
Mengambil seragam dari lemari dan segera memakainya. Dilanjutkan dengan
menyiapkan peralatan sekolah termasuk buku, pulpen dan semua teman-teman hingga
tetangganya.
Aku harus cepat. Malu banget kalau calon presiden sampai terlambat.
Mana ini hari pertama masuk sekolah. Batin Ican sembari sibuk meneliti dan mengecek perlengkapan
sekolahnya.
Ican adalah murid lulusan SD sebulan yang
lalu. Ican melanjutkan pendidikannya di tingkat SMP. Hari ini adalah hari di
mana Ican menjadi murid baru lagi dengan mengawali dan membuka lembaran buku
baru kehidupan sekolahnya.
Ican terus melihat jam dinding yang berada di
kamarnya. Setelah Ican memakai seragam dan mempersiapkan perlengkapan
sekolahnya, dengan gesit Ican berlari menuju tempat dimana emaknya berada, yaitu
dapur. Ican berpamitan dan mengambil satu buah roti tawar dengan selai stroberi
kesukaannya yang sudah disiapkan oleh emaknya untuk sarapan.
Ican dengan mulutnya yang sibuk mengunyah dan
tangan kanannya yang memegang potongan roti, berjalan cepat menuju parkiran
rumah untuk mengambil sepeda gunungnya. Ia terkejut melihat sepedanya yang
sedikit terjepit mobil ayahnya. Ican mencoba mencari ide bagaimana mengeluarkan
sepeda gunungnya. Ican memasukkan roti yang berada di tangan kanannya ke dalam
mulutnya. Dengan pelan dan hati-hati akhirnya ican berhasil mengeluarkan
sepedanya dari zona nyaman.
“Yeayyy…”
teriak Ican gembira. Seketika Ican terdiam, terlihat sedikit kecewa setelah
mendapati roti sarapannya telah jatuh ke tanah.
Kenapa harus jatuh, sih? kan bisa nyangkut di sepeda dulu. Mana masih
lapar. Monolog
Ican dalam hati.
Akhirnya, karena kembali dengan mengingat
waktu. Ican tidak memperdulikan rotinya yang jatuh. Ia segera mengayuh
sepedanya dengan kecepatan maksimal
supaya bisa sampai di sekolahnya tepat waktu.
Ketika di pertengahan jalan, Ican dihentikan
oleh beberapa kumpulan motor dan mobil yang saling membunyikan klaksonnya. Ican
terjebak macet saat lampu merah di jalan. Tepatnya di area pasar yang biasa
menjadi langganan emaknya belanja.
Ican sedikit ingin muntah karena bau kendaraan
yang bercampur dengan bau ikan, bau sayur busuk dan lainnya.
“Aduhhh…. Emangnya
pasar nggak nyediain pewangi pasar
gitu? badanku jadi bau, padahal aku sudah
man…” ucapan Ican terpotong. Ia mencoba kembali mengingat sesuatu.
Astaghfirullah, masa iya Ican calon Presiden ini belum mandi? Alarm
bahaya ini. Malu banget kalau sampai semua warga sekolah tahu. Gimana, ya? Ican membatin, lalu lanjut berpikir, Entahlah, bingung. Semoga aja sampai di
sekolah badanku hilang diterpa angin jalan, hehe.
Sesampainya di sekolah, Ican dengan pelan
berjalan ke tempat duduk yang letaknya paling belakang sehingga ia harus melewati teman-temannya. Ia takut jika
berjalan cepat, aroma tubuhnya yang bau akan tercium dan diketahui
teman-temannya. Lima menit kemudian, bel sekolah berbunyi dan semua murid
bergegas menempatkan diri ke tempat duduknya masing-masing.
“Selamat pagi, anak-anak.” Sapa seorang guru sembari melangkahkan kakinya untuk memasuki kelas.
“Selamat pagi, Bu.” Jawab semua murid secara
kompak.
Kemudian, Bu Guru memperkenalkan diri kepada
semua murid, “Selamat datang di SMPN 2 Kembang. Perkenalkan, saya Bu Guru yang
menjadi wali kelas kalian selama dua semester ke depan. Semoga kalian bisa
beradaptasi dengan lingkungan baru dan mengikuti pelajaran dengan baik. Sebelum
memulai aktivitas hari ini, alangkah baiknya kita berdoa sesuai dengan agama
masing-masing, berdoa dimulai!. Berdoa selesai.”
Hari pertama sekolah, dimulai dengan
perkenalan antar sesama murid baru. Bu Guru menunjuk satu per satu murid untuk
memperkenalkan diri di depan kelas. Kini giliran nama Ican yang dipanggil untuk
memperkenalkan dirinya ke teman-teman di depan kelas.
Ican melangkahkan kakinya menuju depan kelas
dengan pelan, kemudian ia memperkenalkan
diri, “Selamat pagi, Bu Guru dan teman-teman. Perkenalkan nama saya Ican. Saya
adalah lulusan dari SDN 5 Kenari.”
Ketika Ican perkenalan diri, teman-teman Ican
sedikit mencium aroma yang tidak enak terutama posisi duduknya berada di depan.
Bejo berbisik dengan Sari, teman sebelahnya,
“Di kelas ini, kamu merasakan bau sesuatu gak?”
“Iya aku menciumnya, mungkin ada salah satu
siswa yang belum mandi. Coba kamu tanya sama yang lainnya di belakang hahaha,”
Sari menjawab sambil menahan tawanya.
Bejo langsung bertanya pelan-pelan kepada
teman yang duduk di belakangnya yang bernama Sigit. “Kamu mencium bau yang
mencurigakan gak sih?”
Sigit menjawab dengan sindiran, “Iya, sangat
mencurigakan. Aku mencium bau itu sepertinya dari kamu. Pasti kamu habis mandi
dengan lumpur sawah, ya?”
Bejo menjawab sambil tertawa, “Bisa aja kamu, aku malah mengira bau
mencurigakan ini berasal dari tempat Ican berada.”
Sigit mencoba menebak bahwa sumber asal bau
tidak enak itu berasal dari Ican dan berkata, “Ah, kamu ini. Aku sebenarnya
hanya bercanda. Tidak boleh kamu menuduh seperti itu, kawan! Tapi sepertinya
memang benar sumber bau ini berasal dari Ican .”
Mereka tertawa bersama dan masih saling
menyindir satu sama lain atas sumber bau tidak enak yang mereka rasakan.
Kemudian, Bu Guru bingung melihat tingkat
semua murid yang sedang duduk. “Kenapa
kalian saling menyindir?” tanya Bu guru kepada teman-teman Ican.
Kemudian, Bejo menjawab, “Disini kami mencium
bau tidak sedap, Bu.”
“Baunya seperti apa yang kalian maksud?” tanya
Bu guru sedikit penasaran.
Bejo menjawab, “ Layaknya bau bawang yang
habis terkena lumpur sawah.”
Bu guru bertanya kembali sembari menahan tawa setelah mendengar ucapan Bejo,
“Ibu berharap kalian jujur! disini siapa yang belum mandi?”
Semua teman-teman Ican menunjuk ke arah Ican
sebagai asal muasal bau tidak enak tersebut sambil tertawa terbahak-bahak,
“Ican, Bu. Hahahaha…” Ican terkejut, tidak menyangka jika teman-temannya
langsung menunjuk dirinya. Nilai 100 untuk teman-temannya.
Awalnya Ican hanya diam, belum berani
mengakui. Setelah dibujuk Bu guru, Ican pun merasa malu karena banyak
teman-temannya yang sudah menyadari bau
badannya yang seperti bau bawang.
Akhirnya, Ican mengakui dengan wajah
merah malu, bahwa bau badan Ican yang belum mandi bercampur dengan asap
kendaraan dan bau sayur pasar yang busuk. Ketika Bu guru dan semua teman-teman
Ican mendengarnya, semuanya ikut tertawa terbahak-bahak. Setelah itu, Bu Guru
pergi ke kantor sebentar, mengambil
handuk, sabun, shampoo dan memberikannya kepada Ican, kemudian menyuruh
Ican mandi di toilet sekolah. Ican yang belum mendongakkan kepalanya dengan
cepat menerima peralatan mandi tersebut dan keluar dari kelas, pergi ke arah
toilet untuk mandi.
Setelah selesai mandi, Ican kembali ke
kelasnya. Sampai di kelas, Bejo bertingkah lagi, “Cieee yang tadinya bau bawang, sekarang sudah wangi seperti sedap
malam, semoga kamu cepat dapat pacar.”
Ican pun hanya tersenyum dan malu karena
mendengar sindiran dari Bejo. Teman-teman Ican hanya tertawa terbahak-bahak mendengar
sindiran dari Bejo, “Hahahahahaha…”
Lalu, Bu Guru berkata, “Anak-anak sudah cukup
sindirannya.”
Teman-teman Ican akhirnya kembali dalam
kondisi tenang. Bu Guru memberikan nasihat kepada Ican, “Ican lain kali sebelum
ke sekolah, jangan lupa mandi. Nanti kalau tidak mandi, badannya bau dan
menjadi terganggu aktivitas belajar mengajar di sekolah.”
Ican menjawab, “Baik, Bu. Saya akan mengatur
waktu dengan baik agar sebelum melakukan aktivitas apapun termasuk sekolah,
saya wajib menyempatkan diri untuk mandi.”
Bu Guru berkata, “Baik, Ican. Silahkan kembali
ke tempat duduk kamu.” Ican langsung kembali ke tempat duduknya.
Sesi perkenalan pun dilanjutkan, kini giliran
siswa terakhir yang memperkenalkan diri, "Perkenalkan nama saya Zafina
Agatha. Saya lulusan dari SD Bangkit Bangsa, salam kenal teman-teman
semua” ucapnya dengan senyum hangat.
Tiba-tiba Bejo menceletuk, "Hai, calon
pacar."
Seketika seisi kelas terkejut dan tertawa
mendengar gombalan Bejo, sedangkan wajah Zafina memerah karena malu dan segera
ia duduk kembali ke tempat duduknya. Pada saat melewati Bejo, Bejo memberikan finger love padanya. Wajar saja Bejo
menggodanya karena Zafina sangat cantik dengan rambut panjang tergerai rapi
lengkap dengan poni fringe bangs,
kulit kuning langsat dan pipi chubby
yang menggemaskan.
"Wah, Bejo ini udah ugal-ugalan padahal
baru hari pertama masuk. Nggak takut
Zafina jadi ilfeel sama kamu?"
celetuk Ani yang duduk bersebrangan dengan Bejo.
"Nggak
lah, this is cogil." Jawab Bejo sambil menunjuk dirinya sendiri dengan
kedua ibu jarinya.
Bu guru yang mendengar pembicaraan para
muridnya hanya bisa menggelengkan kepala.
"Baik anak-anak karena waktunya masih
tersisa, bagaimana jika kita bermain game?"
tanya Bu Guru.
"Boleh banget, Bu." Jawab semua murid tampak antusias.
Namun, tidak dengan Ican yang malah overthinking setelah kejadian tadi.
Ican merasa takut jika tidak diterima oleh teman-temannya karena kesan pertama
yang sangat buruk, dia hanya murung dan diam disaat teman-temannya tertawa.
"Hei Ican, tersenyumlah! semua baik-baik
saja." Ucap seorang perempuan di seberang bangkunya dengan tersenyum,
seketika Ican tersadar jika ada teman yang sedari tadi memperhatikannya.
"Terima kasih" ucap Ican singkat
karena tidak tahu nama perempuan itu.
"Baik, Ibu akan menjelaskan gamenya. Jika ibu berkata pagi, kalian
tepuk tangan 1 kali, siang 2 kali, malam 3 kali, dan jika sore kalian tidak
perlu tepuk tangan! jika ada yang salah, maka wajib maju kedepan untuk
mendapatkan hukuman, paham?" jelas
Bu guru.
"Paham, Bu!" jawab semua murid
serentak.
"Baik. Ibu akan mulai. Pagi," semua
murid masih benar semua.
"Malam." Masih benar hingga pada
saat kata sore, Ican tidak sengaja menepukkan tangan.
"Wah, Ican nih yang kena. Sana, Can! ke
depan!" celetuk Agus yang duduk di depan Ican, dengan pasrah Ican berjalan
kedepan kelas.
"Baik anak-anak karena yang kena baru
satu anak, kita lanjut lagi gamenya!"
kata Bu Guru.
Tak lama, ada satu siswa lagi yang salah. Anak
perempuan yang duduk di seberang bangku Ican. Ya, dia Zafina. Dengan malas
Zafina berjalan ke depan kelas sambil menghindari tatapan Bejo. Ican sedikit
terkejut karena yang maju kedepan adalah perempuan yang memperhatikannya sedari
tadi.
"Dua saja sudah cukup ya, sekarang kira
kira hukuman apa yang cocok untuk mereka?" tanya Bu Guru.
"Tidak bisa, Bu! saya harus ikut dihukum
juga di depan! masa calon pacar saya berduaan
sama si Ican." Jawab Bejo dengan nada tidak suka.
"Bejo, sudah cukup menggombalnya. Kasihan
Zafina, nggak nyaman" ucap Bu
guru menasihati Bejo.
"Hehe, baik Bu, maaf." Jawab Bejo.
"Bagaimana jika mereka berdua disuruh
nyanyi aja bu, duet gitu? hehe."
Usul Ani pada Bu guru sambil tertawa.
"Wah, ide bagus. Baiklah, silahkan kalian
berdua menyanyikan lagu Guruku Tercinta!. Lagu itu sudah pasti kalian tahu kan,
karena sering dinyanyikan waktu SD.” Jawab Bu guru
"Baik, Bu." Ucap zafina singkat.
Seketika Ican panik karena lupa lirik aslinya,
itu karena ia mengganti liriknya sendiri dan menyanyikannya tiap hari.
"Yuk, Can. Mulai!" Zafina mulai
bernyanyi sedangkan Ican yang
mengikutinya.
Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku
Di pundak
Slam..
Tiba-tiba "Eh, sebentar-sebentar!"
ucap Sigit menghentikan nyanyian Zafina dan Ican.
"Bu Guru, Ican kurang ikhlas nyanyinya.
Suaranya saja tidak terdengar jelas. Lebih baik diulangi saja, Bu!"
"Iya, Ican apa tidak hafal?" Sigit
menambahkan.
Karena Ican merasa tidak enak dengan Zafina.
Dengan tegas, Ican menjawab "Hah,
hafal kok, Bu" Zafina dan Ican kembali bernyanyi, kali ini Ican
mengeraskan suaranya,
Pagiku, cerahku
Matahari bersinar
Kubersihkan kamarku
Tapi nanti saja
Seketika seluruh murid tertawa mendengar lirik
agak lain yang dinyanyikan Ican. Begitu pun Zafina, Ican hanya menggaruk
rambutnya yang sama sekali tidak gatal, sambil malu-malu. Tiba-tiba bel sekolah
berbunyi, tanda istirahat telah tiba. Bu guru menyuruh Ican dan Zafina duduk,
kemudian mengucapkan salam penutup untuk mengakhiri pertemuan pertama ini dan
mempersilahkan para murid untuk istirahat.
Beberapa hari kemudian Ican memberanikan diri
untuk mengobrol dengan Zafina, ketika jam istirahat Zafina dan teman-temannya
sudah biasa makan bekal di kelas.
Ican mulai menghampiri Zafina, dengan percaya
diri, ia bertanya “Hei! Zaf, kamu yang waktu itu kena hukum sama aku kan?”
“Iya, kenapa Can?” tanya Zafina “Hmm, btw
gimana kamu sama Bejo?” tanya Ican malu-malu “Kenapa Can, kamu suka Zafina?”
sahut Ani sukses membuat wajah Ican memerah.
“Aku sama Bejo nggak ada apa-apa. Emangnya
kenapa, Can?” tanya Zafina santai, “Aku cuma mau bilang,” jawab Ican dengan
jeda yang lama sambil berpikir-pikir “Iya bilang apa?” tanya Zafina lagi, “Kamu
mau nggak jadi teman aku?” jawab Ican
spontan karena takut ditolak jika ia mengajak Zafina pacaran.
Ican cukup sadar diri dengan tampangnya yang
biasa-biasa saja dan kesan pertama yang buruk waktu itu, “Iya, kita kan juga
udah jadi teman sekelas, tapi setelah ini kita bisa lebih sering ngobrol kalau kamu mau.” Jawab Zafina
“Iya aku mau, terima kasih Zaf.” Jawab Ican cepat dengan tersenyum lebar.
Ican tidak menyangka jika Zafina akan sebaik
itu memperlakukannya padahal wajahnya sangat pas-pasan. Hari-hari berlalu, Ican
dan Zafina mulai sering mengobrol tentang banyak hal termasuk cita-cita Ican
yang ingin menjadi presiden.
Ariel Guslandi adalah penulis yang lahir di Jakarta, 15 Juni 2000. Baru lulus dari Sarjana Hukum Universitas Katolik Parahyangan pada tahun 2023. Memiliki hobi literasi sejak SMP karena terinspirasi dari Bung Hatta yang menyatakan bahwa aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas. Memiliki cita-cita menciptakan buku dan menjadi dosen. Jangan lupa follow Instagram @arielguslandi1
Putri Natasya Islamadina merupakan penulis pemula yang lahir di Kendal 17 Februari 2007. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di sekolah menengah. Dulu ia hanya hobi membaca, sampai ketika ia mencoba menulis ia dapat mengungkapkan perasaannya dengan baik. Memiliki cita-cita menjadi guru dan penulis terkenal. Simak beberapa tulisannya dalam akun instagram @natsy.islama
Nurul
lathifah, yang mempunyai nama pena Lathifah SPM. Penulis amatir kelahiran 10
Juli asal Jawa tengah ini sedang menempuh pendidikan di universitas terbuka
prodi ilmu perpustakaan. Mempunyai harapan untuk bisa membangun perpustakaan
untuk kedepannya. Jejak seorang pejuang mimpi ini bisa kalian temui dalam akun
instagramnya @lathfa_ifaa