[CERPEN] Kolor Ijo Polkadot
Hari sudah mulai gelap ada seorang
gadis yang sedang terduduk termenung di balkon kamarnya sedang memikirkan apa
yang akan terjadi esok. Pikirannya melayang ketika ia melihat sosok tersebut
memakai kolor ijo polkadot. Dengan enggan iya masuk ke dalam kamarnya untuk
mengambil ponselnya. Dengan lincahnya jari-jarinya mencari nama seseorang untuk
meneleponnya.
Tidak perlu menunggu lama teleponnya
terangkat.
"Ada apa? Ganggu aja kamu
May."
Dengan wajah tanpa dosa ia
mengatakan, "Aku masih kepikiran soal kolor itu, Din."
"Ya mau gimana lagi? Lagi pula
itu kan hanya mimpi belakamu ada, May."
"Udah ah gua mo lanjut drakoran
lagi." Sambung Dina
Diputuskan begitu saja panggilan
teleponnya. Maya mendesah panjang karena ia lelah memikirkan kolor sialan itu.
Maya keluar kamarnya untuk sekedar
mengambil makanan ringan yang ada di dapur. Sesampainya ia di meja makan ia
melihat keluarganya sedang makan malam tanpa dirinya. Maya terlihat acuh seakan
tidak terjadi apa-apa. Maya melewati mereka yang sesekali bercanda gurau dengan
tenang, seakan-akan tidak melihat keberadaan Maya disana.
Maya yang hendak mengambil susu
kotak yang kebetulan tinggal satu dan itu pun jatah punya Maya. Dengan sigap
Angga mengambil susu kotak tersebut dari tangan Maya.
"Etss! Ini susu punyaku."
Sambil mencolokkan sedotan ke susu kotak lalu meminumnya.
"Ihh! Ini padahal punyaku, kamu
mah main ambil aja!" Kesal Maya
Dengan perasaan yang kesal Maya pun
langsung lari ke kamarnya lalu tertidur.
Dengan cuaca yang sangat cocok untuk
berada di dalam kelas, untuk sekedar tidur. Tapi tidak dengan satu kelas ini.
Semangat kelas XI-IPS-2 untuk tetap melakukan kegiatan upacara bendera yang
rutin dilakukan setiap pagi pada awal Minggu.
Setelah upacara bendera selesai,
mereka segera berganti pakaian dengan pakaian olahraga. Olahraga kali ini
adalah basket. Karena materi sudah disampaikan pada minggu kemarin, sekarang
adalah praktek di lapangan.
Dengan serangkaian kegiatan olahraga
kali ini sudah selesai, mereka membubarkan diri untuk segera pergi ke kantin
untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
Namun tidak dengan dua gadis ini,
mereka langsung ke kelas untuk mengambil botol air mineral yang mereka bawa
dari rumah. Begitu mereka masuk Maya dan Dina—si paling banyak tingkah— melihat
ke pojok kiri kelasnya ada kolor ijo polkadot yang tergeletak di atas meja
begitu saja. Dengan penasaran yang sangat tinggi Maya berlari menuju bangkunya.
Begitu sampai mereka meminum air
tersebut dan saling tatap kira-kira punya siapa kolor ijo polkadot tersebut.
Dengan sigap Maya mengambil kolor tersebut dan menaruhnya di bawah kolong meja
belajar nya. Karena sudah terdengar suara melengking dari Ari.
Dan Dina berbisik kepada Maya untuk
mencari tahu siapa kolor ijo polkadot tersebut dan dianggukin oleh Maya.
“Kamu punya daftar kandidat untuk
siapa pemilik kolor buluk ini?” tanya Dina menunjuk celana bermotif polkadot
tersebut.
“Kamu ingat kan, siapa saja yang
keluar terakhir dari kelas?” pertanyaan Maya membuat Dina berpikir.
“Angga?” Maya melotot dan langsung
memukul kepala Dina dengan keras.
Dina mengaduh kesakitan. “Emang kamu
pikir si Angga bakalan pakai beginian?” sewot Maya tak terima. Dina terkekeh
dan mengelus kepalanya sendiri. Angga merupakan ketua kelas mereka yang
terkenal baik, pendiam, dan sopan. Angga adalah definisi kesempurnaan.
“Yang sebelumnya, ada lagi sih si
Udin sama Ari,” ucap Dina kepada Maya. Maya dan Dina melirik cowok-cowok yang
bergerombol. Terlihat Ari dan Udin sedang bercanda walau Ari tampak menjauh
karena malu dengan tingkah Udin.
Maya dan Dina saling lirik dan
menghembuskan nafasnya. Mereka lalu bergeleng tak menyetujui dengan isi kepala
mereka bahwa Ari dan Udin juga seorang pelaku. Ini seperti melihat aib dari pangeran-pangeran
kelas. Betulan nih, tersangkanya adalah tiga cowok terganteng di kelas?
Namun, dilihat dari perangai
sepertinya yang paling tidak mungkin adalah Angga. Ari dan Udin adalah pangeran
kelas yang sangat mungkin memiliki kekurangan. Sebab itulah saat melihat Udin
meninggalkan kelas, Maya dan Dina segera mencegat Udin.
Maya dan Dina berusaha untuk tak
tertawa melihat penampilan konyol Udin yang memakai 3 topi bertumbuk. Dia
menumpuk topi pramuka, topi paskibra hasil pinajaman, dan topi osis.
“Heh, din. Kamu punya kolor polkadot
nggak?”
“Ha?”
Dina dan Maya lalu menunjukan foto
dari kolor ijo polkadot yang mereka temukan. “Hah, ngaco! Jelek amat. Lagian
sepertinya itu bukan ukuranku. Muat di salah satu kakiku aja enggak.”
Ucapan Udin masuk akal. Karena kolor
ini tampak kecil. “Emang kenapa sih?”
“Kita berdua nemuin kolor ini di
dalam kelas, kami penasaran siapa pemiliknya dan pengen ngembalikin ke orang
itu.”
“Terus kenapa nuduh itu punyaku?”
tanya Udin.
“Ya karena tiga orang yang terakhir
keluar kelas cuman kamu, Ari, sama Angga,” jawab Dina.
Udin melotot. “Angga pak ketu? Nggak
mungkin. Fiks ini Ari. Ri!” teriak Udin menggelegar membuat Dina dan Maya
panik. Mereka lalu menampar punggung Udin membuat pemiliknya mengaduh. “Jangan
teriak-teriak woy,” ucap Maya membekap mulut Udin.
Dina melirik ke dalam kelas dan
terlihat Ari mulai keluar. “Kenapa din?” pertanyaan Ari yang lolos membuat Maya
dan Dina terentak. Mereka berdua berusaha menampilkan senyum terbaik mereka.
“Minta duit dong buat beli es teh.”
Bukannya menanyakan perihal kolor ijo polkadot, Udin malah meminta uang kepada
Ari.
Tanpa bertanya lebih lanjut, Ari
segera mengeluarkan uang 50.000 rupiah dan menyerahkannya kepada Udin. “Wuih,
nggak kebanyakan bos?” tanya Udin.
“Enggak, sekalian juga beliin buat
mereka berdua.”
Udin langsung hormat. “Oke siap
bos.” Udin lalu berlari meninggalkan mereka bertiga. “Ada apa?”
“Ada apa Maya, Dina?” tanya Ari.
Wah, kepekaan Ari sempat membuat
Maya dan Dina terpesona. “Ah ini, kamu tau nggak ini kolor ijo polkadot punya
siapa?” tanya Maya.
“Nggak tau sih. Setauku cowok
dikelas yang suka warna hijau itu si Udin. Tapi, udin mah mana mau punya barang
imut begini. Aku juga nggak bakalan mau pakai sih meskipun ini yang beliin
Mama.” Ari berucap sambil memandang foto kolor ijo tersebut.
“Memangnya ada apa kalian tanya?”
“Oh, kami berdua nggak sengaja
nemuin kolor ijo polkadot di bangku belakang. Kami berencana mau ngembaliin
kolor ijo itu ke pemiliknya.”
Ari tersenyum manis. “Wah, kalian
berdua baik banget. Tapi saranku kalian nggak usah mikirin ini punya siapa.
Kalian biarkan saja di sana, pasti nanti pemiliknya bakalan ambil.” Setelah
berucap seperti itu si Udin datang.
“Nih, es teh buat kalian berdua.
Gimana udah tau pemiliknya siapa?” Dina dan Maya menggelengkan kepala. “Elah,
entar juga diambil sama pemiliknya.” Ucapan itu membuat Maya dan Dina
tersenyum.
Maya dan Dina heboh sejenak setelah
kepergian mereka. “Ih Ari kok bisa sih kamu tetep kelihatan ganteng padahal
kita udah sekelas,” ucap Dina heboh.
“Iya weh, kok nggak bisa bosen sama
dia sih.” Maya memegang pipinya sendiri yang merona.
Akhirnya, Maya dan Dina pergi
meninggalkan kolor ijo polkadot tersebut didalam kelas. Tapi, semakin mencoba
tidak peduli dengan pemilik kolor tersebut, semakin memuncak pula rasa
penasaran Maya dan Dina.
“Apakah benar kolor itu bukan milik
Udin dan Ari?” Tanya Dina memulai pembicaraan, setelah sepekan tidak membahas
kolor tersebut.
“Aku yakin itu milik salah satu
diantara mereka, Din. Tapi sepertinya, kita harus mencari tahu siapa pemilik
kolor ini dengan cara lebih cerdas,” Ucap Maya, mencoba untuk merumuskan
rencana yang akan mereka lakukan.
“Lebih cerdas?” Sahut Dina, ia sama
sekali tidak mengerti dengan ucapan Maya barusan. Namun, Maya sama sekali tidak
menghiraukan Dina. Dia sangat sibuk merumuskan rencana dan menebak-nebak
siapakah pemilik kolor ijo polkadot tersebut.
Di dalam kelas yang sepi, seluruh
siswa sudah pulang sejak tadi. Tapi, demi menjalankan misi rahasia Maya dan
Dina memilih untuk pulang lebih lama dari jadwal biasanya. Dengan hati-hati,
mereka memeriksa setiap sisi ruang kelas. Mereka memeriksa kembali setiap meja
dan lemari. Berusaha mencari petunjuk baru.Tapi sayangnya, mereka tidak
menemukan jawaban atas pertanyaan mereka.
Namun, disaat mereka ingin menyerah,
seperti ada keajaiban datang menghampiri mereka. Mata Maya tertuju pada sebuah
tas di koridor kelas. “Itu bukannya tas Angga ya?” Maya menunjuk tas Angga.
“Eh, iya. Kok dia belum pulang?
Padahal hari ini juga gak ada rapat, kan?” tanya Dina memastikan. “Terus itu
dibawah kursi apa?” sambung Dina melihat kebawah. Maya ikut melihat.
“Kolor ijo polkadot!” gumam Maya
setelah melihat kolor tersebut.
Maya dan Dina saling bertatapan,
seperti sedang bertelepati. Menebak-nebak siapa pemilik kolor tersebut.
Sesekali menggelengkan kepala.
“Gimana kalau kita liat lebih
dekat,” Tawar Dina penuh semangat.
Maya mengangguk mengiyakan ajakan
Dina. Ketika mereka berusaha mendekat, terdengar suara langkah kaki seseorang
menuju tas tersebut. Mereka memutuskan untuk mencari aman—kembali menjauh.
“ASTAGA!” Seru Angga panik setelah
melihat kolor ijo polkadot miliknya berada di bawah kursi.
Buru-buru Angga memasukkan kolor
miliknya ke dalam tas. Sesekali memastikan sekeliling koridor agar tidak ada
yang tau. Setelah memastikan aman, Angga bergegas pergi meninggalkan koridor
kelas.
Ruang kelas lenggang. Maya dan Dina
saling bertatapan. Tidak percaya dengan apa yang mereka lihat barusan. Angga?
Ketua Osis seribu pintu? Anak berprestasi disekolah? Kolor ijo polkadot? Tidak
salah lagi?! Kolor itu jelas milik Angga. Dia sendiri yang memasukkan kolor itu
kedalam tasnya. Tidak mungkin meleset. Angga adalah pemilik kolor ijo polkadot
itu. Mungkin Angga tak sengaja menjatuhkan kolor miliknya saat mengganti
pakaian.
Maya dan Dina tersenyum girang. Mereka berhasil memecahkan teka-teki pemilik kolor tersebut. Kolor yang sama persis dengan yang mereka temukan di kelas hari itu. Hari semakin sore, Maya dan Dina memutuskan untuk segera pulang. Mereka sadar bahwa terkadang, tidak semua jawaban sesuai dengan dugaan. Terkadang, sesuatu memang dating dari tempat tak terduga. Kolor ijo polkadot milik Angga contohnya. Tentu saja, mereka tak akan melupakan penemuan kolor tak terduga itu di sekolah mereka.
***
TENTANG PENULIS
Harda Adela Dwitita, sering
dipanggil Harda saat kuliah karena nama Dela pasaran. Sedang berkuliah di
program studi Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro. Akhir-akhir ini suka
membaca buku anak-anak dan suka menulis fantasi. Selain itu aku suka nonton
anime, husbu aku Isagi Yoichi. Moto: Let It Flow.
IG: harda_21 (Ps. Id instagram bisa berubah sesuai mood penulis)
Tiara Marcellina Putri. Ia
lahir pada tanggal 23 Januari 2002. Dia adalah seorang anak tunggal yang dari
bayi tinggal di kota Hujan sampai sekarang. Hobinya adalah membaca novel di
salah satu platform. Selain itu juga dia hobi mendengarkan musik. Informasi
lebih lengkapnya silahkan hubungi akun media sosialnya IG:@m.tiaraputri2911
Mutiara Cintha Pratami, lahir di Kalimantan Barat, 26 Januari 2007. Ia merupakan seorang pelajar di salah satu SMA Negeri di daerahnya. Menulis adalah salah satu hobinya sejak mondok. Selain menulis, ia juga memiliki hobi editing dan membaca. Follow instagram @cintha.prtami untuk melihat kegiatannya.
entah kenapa aku ga tertarik ke angga pdhl dia lebih random.