[CERPEN] Luka Tanpa Kata - Karya Eknaka

Daftar Isi

Tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, membuat Aleka menjadi sosok angkuh yang tidak berperasaan. Kehidupan Aleka selama ini, selalu dipenuhi dengan dendam pada hatinya. Tapi yang orang-orang tidak tau, dalam sosok angkuh itu tersimpan sebuah luka yang terasa begitu perih.

Sejak kecil, pertengkaran tidak pernah absen Aleka lihat dan dengar. Bahkan Aleka selama ini selalu bertanya-tanya, untuk apa kedua orang tuanya tetap bersama jika hanya bertengkar saja setiap harinya? Aleka yakin alasan kedua orang tuanya tetap bertahan bukan dirinya, karena selama ini, kasih sayang tidak pernah Aleka dapatkan dari keduanya.

Lalu, ketika adik kecilnya lahir, sosok Aleka seakan tidak pernah ada. Walaupun pertengkaran sudah jarang Aleka dengar, tapi tetap saja, Aleka semakin tidak diperhatikan. Semuanya hanya terfokus pada Kalesa, adiknya. Seperti saat ini, kedua orang tuanya begitu sibuk pada Kalesa yang berhasil mendapatkan nilai delapan pada ulangan akhir, sementara dirinya yang mendapatkan nilai sempurna tidak dilirik sedikitpun.

"Ayah lihat, nilaiku sempurna. Hadiah apa yang akan ayah berikan?" tanya Aleka dengan begitu semangat, berharap dia bisa mendapatkan perhatian dari sang ayah.

Bukannya melihat kertas berisi nilai sempurna yang Aleka sodorkan, ayah malah berdecak kesal karena terganggu dengan Aleka. "Diam Aleka! Ayah sedang merakit mainan baru adikmu," marah ayah, membuat Aleka menipiskan bibirnya yang semula tersenyum lebar menanti sang ayah melihat nilainya.

"Tapi aku hanya ingin ayah melihat nilaiku, tidak diberi hadiah juga tidak apa-apa. Ini hasil dari kerja kerasku ayah, ayah tidak memberiku apresiasi?"

"Sudahlah! Berapapun nialimu, itu tidak penting. Sekarang kembali ke kamarmu! Belajar lagi yang rajin agar mendapatkan nilai sempurna disemua mata pelajaran seperti adikmu!"

"Kalesa tidak selalu mendapatkan nilai sempurna, dia hanya mendapatkan nilai diatas kkm saja," ujar Aleka dengan lirih.

"Apapun itu, jangan membantah ayah! Kembali ke kamarmu dan belajar!" 

 Ini bukan kali pertama Aleka mendapatkan penolakan dari ayah maupun ibunya. Tapi entah mengapa, dia masih saja merasakan sakit karena penolakan itu. Kemudian dengan wajah yang menahan tangis dan amarah, Aleka berlalu dari hadapan kedua orang tuanya juga Kalesa.

"Tau jika ayah dan ibu tidak akan memberiku selamat, aku tidak akan susah-susah belajar sampai tengah malam! Sia-sia saja belajarku!" gerutu Aleka begitu tiba di kamarnya.

Aleka menatap sedih pada kertas hasil ulangannya. Ini memang hal kecil, tapi bagi Aleka ini lebih dari itu. Yang Aleka harapkan hanya perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Selama ini Aleka sudah melakukan segala hal agar mendapatkan perhatian dan kasih sayang, entah itu melakukan hal baik atau buruk sekalipun. Tapi tetap saja, Aleka tidak pernah berhasil mendapat perhatian dan kasih sayang dari keduanya orang tuanya.

"Sebenarnya, apa salah aku? Aku rasa aku tidak penah melakukan kesalahan yang sangat fatal, kenakalanku juga masih wajar. Tapi kenapa ayah dan ibu tidak pernah sayang padaku?" ucap Aleka, ini yang selama ini Aleka pikirkan tapi dia tidak pernah mendapatkan jawabannya.

Sibuk dengan pemikirannya sendiri, Aleka dibuat terkejut begitu pintu kamarnya dibuka dari luar. Dan ketika Kalesa muncul, Aleka langsung menatap Kalesa dengan tidak bersahabat. Aleka tidak membenci Kalesa, hanya saja, dia tidak ingin lukanya semakin terasa sakit jika berhadapan dengan Kalesa. Dia dan Kalesa selalu dibedakan, kasih sayang kedua orang tuanya pada Kalesa jauh lebih besar.

"Kalau tidak ada yang penting, cepat keluar. Aku tidak ada waktu untukmu," ujar Aleka tidak ramah.

Bukannya menurut, Kalesa malah semakin berjalan masuk ke dalam kamar Aleka. Dan ketika tiba di depan Aleka, sebuah coklat Kalesa berikan pada Aleka.

"Hadiah untuk kakak. Selamat untuk nilai sempurnanya. Aku sangat bangga dengan kakak."

"Maaf atas sikap ayah Kak. Aku yakin ayah tidak bermaksud seperti tadi. Tetap tersenyum ya Kak, aku yakin suatu saat ayah dan ibu akan akan memperlakukan kakak seperti mereka memperlakukanku."

Begitu Kalesa selesai mengucapkan kalimatnya dan keluar dari kamarnya, tanpa bisa dicegah air mata Aleka langsung turun. Katakanlah dia cengeng, tapi jika sudah membahas tentang kedua orang tuanya, Aleka tidak bisa bohong kalau dirinya sangat terluka.

***

Pagi ini begitu Aleka bangun, dia langsung berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Semalam dia benar-benar menangis karena penolakan ayahnya itu.

"Mau sampai kapan kita begini? Ini sudah bertahun-tahun, dan kamu masih belum bisa berdamai dengan keadaan? Kamu tidak kasihan dengan Aleka?"

Aleka langsung menghentikan langkahnya di depan kamar kedua orang tuanya begitu mendengar kalimat tadi. Kemudian dengan rasa penasaran, Aleka menguping pembicaraan kedua orang tuanya yang membawa-bawa namanya.

"Kamu sendiri tau, kehadiran Aleka, penyebab aku kehilangan kedua orang tuaku. Jika saja waktu itu orang tuaku tidak mengajak Aleka pergi, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi dan sampai saat ini orang tuaku masih ada."

"Ayolah Mas, kejadian itu sudah sangat lama. Kalaupun waktu itu orang tuamu tidak mengajak Aleka pergi, kamu tetap akan kehilangan orang tuamu. Kematian itu adalah hal yang pasti. Kamu tidak bisa terus menyalahkan Aleka karena hal ini. Aleka butuh kita sebagai orang tuanya. Sudah cukup selama ini dia tidak merasakan kasih sayang dan perhatian dari kita, kamu harus bisa berdamai dengan keadaan."

Diam-diam Aleka terus mendengarkan semuanya. Dan kini dia tau alasan dibalik kasih sayang yang tidak pernah dia dapatkan. Dia juga tau alasan dibalik pertengkaran kedua orang tuanya dulu. Mereka, lebih tepatnya ibunya, hanya ingin menyadarkan ayahnya agar segera berdamai dengan keadaan. Tapi pada akhirnya, ibunya juga seperti ayahnya.

"Aleka?" Ayah Aleka terkejut begitu membuka pintu kamar dan melihat Aleka yang sudah menangis tanpa suara.

"Jadi ini jawaban yang selama ini aku cari, Yah?" lirih Aleka.

"Ayah tau? Bertahun-tahun aku menyimpan luka dan dendam karena sikap dan perlakuan kalian."

"Aku tau ayah punya luka. Dan seperti yang ibu bilang tadi, ayah tidak seharusnya menyalahkanku dan menganggap aku adalah penyebab ayah kehilangan orang tua ayah."

"Ayah, luka ayah menciptakan luka baru untukku walaupun ayah tidak bercerita tentang luka itu. Tapi tolong Yah, jangan terus menghukumku karena luka ayah itu."

"Perlakukan aku seperti ayah dan ibu memperlakukan Kalesa, aku mohon. Dan tolong, berdamai dengan keadaan Yah."

"Aku butuh kalian, aku butuh kasih sayang dan perhatian dari kalian."

Bak ditancap sebuah pisau, ayah begitu sakit mendengar segala ucapan yang keluar dari mulut Aleka. Ayah tidak tau, bahwa ternyata selama ini dia menciptakan luka begitu besar untuk Aleka.

"Aleka, maafkan ayah Nak."

***

Tentang Penulis

Eknaka adalah nama pena dari gadis bernama Eka Nur Anifah. Gadis kelahiran 2004 itu mulai menyukai dunia kepenulisan sejak duduk di bangku SMP. Sekarang, Eka aktif membuat kata-kata dan puisi lewat media sosial. Ikuti Eka dalam media sosial berikut :

Instagram : @Ekna.ka

Tik Tok : @Ekna.ka

Komunitas Ufuk Literasi
Komunitas Ufuk Literasi Aktif menemani pegiat literasi dalam belajar menulis sejak 2020. Menghasilkan belasan buku antologi dan sukses menyelenggarakan puluhan kegiatan menulis yang diikuti ratusan peserta.

Posting Komentar