[CERPEN] Road to Heaven - Karya Nour Qala
Dengan malu-malu sang mentari mulai mengeluarkan cahayanya, pertanda pagi hari akan segera tiba. Kusiapkan segala hal yang akan kubawa nantinya.
"Lan, sudah siap semua?" tanya Lana, kawanku. "Ya, semua sudah siap," jawab Lana dengan mengangkat ibu jarinya. "Kalau begitu, mari kita berangkat!" seruku penuh girang.
Pukul 7 pagi, kami melangsungkan perjalanan. Perjalanan ini bermaksud untuk menghapus penat yang membelenggu dalam jiwa-jiwa yang layu. Kulangsungkan perjalanan ini dengan ketiga kawan terbaikku: Lana, Terra, dan Sunny. Kami sudah merencanakan hal ini sejak di bangku SMA. Karena kesibukan kami yang berjalan terus-menerus, membuat perjalanan ini selalu tertunda. Akhirnya, hari ini kami bisa melangsungkan perjalanan ini.
Sebuah Van klasik mulai menyusuri jalanan dengan tenangnya. Angin sejuk yang memasuki celah dalam mobil pun membuat suasana nyaman lebih tercipta, ditambah lagi petikan gitar indah dari Eric Clipton yang menyejukan. Suasana ini sangat pas untuk mengantarkan kami pada sebuah pantai indah nan elok yang bahkan keindahannya tidak dapat digambarkan dengan apa pun seperti 'HEAVEN'.
"Would you hold my hand If I saw you in heaven? Would you help me stand If I saw you in heaven? I'll find my way.” Di tengah alunan indah dan nyanyian kami, kubayangkan hal-hal yang akan kami lakukan nanti. Aku tak sabar tuk menghabiskan banyak waktu dengan penuh riang gembira dalam hamparan butiran pasir. Aku juga tak sabar tuk melihat matahari terbenam dengan ditemani lautan luas di hadapanku sembari saling berpegangan tangan.
Di tengah asyiknya perjalanan, tiba-tiba, "Awas!" ”Brak!" Kesadaranku terhenti sejenak, pandangan pun memburam. Kejadiannya sangatlah cepat dan tak terkendali, aku tak bisa melihat jelas apa yang terjadi. Aku tersadar segera setelah sapuan cepat menyentuh bahuku. Kulihat Terra mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tak dapat kudengar jelas. Terra pun segera memapahku pada bebatuan dekat Van. Kulihat Sunny dan Lana yang keadaanya sama seperti Terra. Namun, Sunny sang pengemudi jauh lebih memprihatinkan, aku pun memberi sentuhan halus padanya. Kemudian, kualihkan pandanganku pada Terra yang terlihat mencari sesuatu dalam Van, dan betapa terkejutnya aku melihat Van kami yang sudah tidak berbentuk seperti sediakala, tetapi keadaan kami tidak begitu parah.
"Aku menemukan kotak P3K, ayo cepat kita obati luka-lukanya agar tidak infeksi. Mari kita pergi ke sungai itu!" ucap Terra sembari menunjuk sungai tersebut. Kami segera bahu-membahu membawa diri kami pada sungai. Di rasa sungainya aman, kami pun segera membersihkan luka-luka dengan suara meringis. Setelah lukanya diobati, kami berencana tuk segera meminta bantuan dengan mencari orang sekitar ataupun menelepon polisi. Namun, ponsel tidak dapat kami temukan, yang ada hanyalah tas berisi roti. Tak mau lebih lama di sini, kami pun segera pergi meninggalkan Van.
Sudah jauh kami meninggalkan Van, tetapi pemukiman tak kunjung ditemukan. Sepanjang jalan yang ditempuh pun kami tidak menemukan apa pun kecuali tanaman liar, batu, dan pepohonan, bahkan burung yang selalu melintas di udara saja tidak terlihat. Apalagi keheningan dan suasana yang aneh menyelimuti sekitar. Karena penat dan hujan melanda, kami pun masuk ke dalam sebuah gua yang cukup luas untuk mengistirahatkan diri.
Sebuah cahaya mengganggu tidurku yang tenang dan suara kawan-kawanku mulai memasuki gendang telinga. Aku pun terbangun dan melihat mereka yang sudah siap tuk menjelajah lagi, tanpa bicara aku segera bersiap mengikuti mereka. Kami pun keluar dari gua dan betapa terkejutnya kami melihat sekitar yang berbeda dengan sebelumnya. Tak mau ambil pusing dan mengabaikan dugaan-dugaan yang terjadi, kami pun kembali melangkahkan kaki. Namun, saat langkah demi langkah kami berjalan, terdengar suara, "Roaaar". Segera kualihkan pandangan ke belakang dan terkejutnya aku melihat seekor makhluk yang berukuran besar melihat kami dengan wajah penuh amarah. Aku pun berucap, "Lari!", kami pun segera berlari dengan cepat. Terus saja mengejar, aku pun berbelok ke arah pohon besar dan menyuruh mereka mengikuti.
Di tengah debaran jantung yang berdetak sangat cepat, kami mengucapkan banyak puji syukur pada Tuhan, karena akhirnya makhluk Itu tidak mengejar kami lagi. Namun, "Bagaimana bisa kita berada di zaman ini? Bagaimana bisa sebuah gua dapat mengantarkan kita ke sini? Aku belum habis pikir dengan semua yang terjadi sebelumnya dan sekarang kita harus mengalami hal buruk lagi,” ucap Sunny dengan penuh amarah. "Ini semua salahmu, jika kau mengendarai Van dengan benar, kita tidak akan mengalami hal ini.” "Apa? Kau gila? Apa kau tidak lihat bagaimana perjuanganku, jika aku tidak menahannya kita semua sudah mati!" "Ahk, ini semua karena kita ingin ke pantai itu, ini semua tak ‘kan terjadi jika kita tidak ke sana!" "Hei! Sudahlah, kita tidak tahu jika ini akan terjadi. Ini adalah takdir dan kita tidak boleh saling menyalahkan. Kuingat sebelum kita pergi, kita begitu antusias, kan, karena apa? Karena kita sama-sama ingin ke sana. Kita ingin bersenang-senang di Heaven, dan ini mungkin jalan yang harus kita lalui untuk melihat Heaven yang luar biasa. Dan, jika ingin menyalahkan, maka semua yang salah. Sekarang kita sudah berada di sini, yang harus kita lakukan adalah saling menguatkan, kita harus bersama demi tujuan kita. Jadi apa kita bisa bekerjasama?" ucapku penuh perasaan.
Setelah beristirahat sejenak, kami pun berjalan kembali dengan langkah kaki yang pelan, tetapi tetap awas. Kami melihat sekitar dan melihat banyak kawanan lainnya, tapi untungnya kami kecil, jadi tidak begitu terlihat jelas. Tujuan kami sekarang bukan lagi mencari jalan keluar, melainkan kembali masuk ke dalam gua itu. Namun, di tengah pencarian, raungan dari makhluk-makhluk itu berubah, terdengar gelisah. Begitu pula wajahnya yang aneh saat melihat langit. Pandangan kami pun mengarah langit dan bola besar berapi menuju pada kami. "Lari! "Dooombb!"
Suara deburan ombak menghantui pikiranku, aku yakin ini hanyalah bunga tidur. Namun, makin lama suaranya makin dekat, bahkan dinginnya lautan pun terasa. Karena makin aneh, aku terbangun. Dan, "Aah! Nyree ada apa? Lihat!" ucapku menunjuk hamparan laut yang membentang luas di hadapan. Kami pun terdiam dan tak menyangka bahwa kami berada di HEAVEN. Kami melihat satu sama lain, dan ekspresi gembira terpatri di wajah kami. "Yang kalah akan kuceburkan dalam laut!" ucap Lana yang tiba-tiba sudah berlari ke arah barat.
Fana merah jambu mulai menghiasi langit, pertanda sang mentari akan menenggelamkan cahayanya. Di tengah keletihan tiada tara, kami membaringkan diri dan berpegangan tangan di hamparan pasir putih menghadap lautan. Kami melihat ke arah sang mentari yang perlahan-lahan mulai menghilang. "Beyond the door there's peace, I'm sure and I know there'll be no more Tears in Heaven.” Semburat bahagia mengiringi sepanjang nyanyian. Bertepatan dengan hilangnya sang mentari kami pun menutup mata.
***
"BREAKING NEWS: Telah ditemukan jasad sekelompok wanita dalam sebuah mobil Van. Diduga Insiden ini dipicu karena rem blong sehingga sopir kehilangan kendali dan kemudian menghantam tiang listrik. Identitas para korban yang diketahui bernama Nyree (20), Lana (20), Terra (21), dan Sunny (21). Keempat korban tersebut meninggal dunia di tempat dengan wajah dan anggota tubuh yang tidak sempurna.”
***
Tentang Penulis
Noer Qala adalah nama pena dari seorang gadis kelahiran Bandung akhir Januari 2007. Qala mulai suka menulis ceritanya sendiri saat menginjak bangku SMP. Genre yang paling disukainya adalah fantasi dan romansa yang dibumbui dengan genre angst. Kini gadis penyuka kucing dan tomat itu sedang menempuh pendidikan terakhirnya di jenjang SMA.
Posting Komentar