[CERPEN] After Bullying
Zena Amalia yang sering kali dipanggil Zena, dia merupakan anak yang baik, sabar, dan pintar, tetapi dia sedikit pendiam dan pemurung. Zena hidup sederhana dengan ayahnya yang bekerja sebagai OB di kantor dan ibunnya seorang penjual kue. Dia hanya memiliki satu teman di sekolahnya—namanya Giska—karena tidak ada yang mau berteman dengannya. Bahkan, Zena sering di-bully oleh teman-temannya karena penampilannya yang culun dan juga berjualan kue di sekolah untuk membantu ibunya.
Pada pagi hari yang cerah, Zena sedang siap-siap untuk berangkat ke sekolah untuk mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa). Setelah sampai di sekolah, Zena langsung baris di lapangan. Acara pun dimulai, semua murid fokus mengikuti acaranya. Salah satu acara pada kegiatan MOS tersebut, yaitu meminta tanda tangan semua kakak panitia. Murid-murid pun berpencar, tersisa Zena yang masih berada di lapangan karena bingung ingin mulai dari mana. Tiba tiba ada seseorang yang menyapa Zena.
“Halo. Kenapa kamu masih di sini?” tanya Giska.
“Eh. Hai, aku masih bingung mau minta tanda tangan siapa dulu,” jawab Zena.
“Oh mau bareng, nggak, sama aku?” tanya Giska.
“Boleh, nama kamu siapa?” ucap Zena.
“Oh ya lupa. Perkenalkan, nama aku Giska,” ucap Giska.
“Salam kenal, Giska. Aku Zena,” ucap Zena.
“Salam kenal juga, Zena.”
Mereka pun mengerjakan tugas bersama-sama. Setelah berkeliling, akhirnya tinggal satu tanda tangan lagi, tanda tangan ketua panitia yang bernama Juna. Dia adalah ketua basket yang terkenal galak, cuek, dan kejam sehingga semua murid takut kepadanya, kecuali Amel, karena dia suka dengan Juna dan dia tidak segan-segan mem-bully orang yang berusaha dekat dengan Juna. Mereka pun menemui Juna, tetapi hanya Giska yang diberi tanda tangan oleh Juna.
“Kak, kok yang aku enggak?” tanya Zena.
“Khusus kamu saya nggak akan kasih,” jawab Juna dengan nada tinggi.
“Nggak bisa gitu dong, Kak, nanti dia dihukum gimana?” ucap Giska dengan nada kesal.
“Kak, aku mohon kasih tanda tangan Kakak,” ucap Zena.
“Kamu push up dulu sepuluh kali, baru saya kasih,” ucap Juna.
“Jangan dong, Kak,”ucap Zena.
“Ya udah, nggak akan saya kasih,” ucap Juna.
Zena hanya bisa mengikuti kata-kata Juna. Setelah selesai push up, Juna malah pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua. Melihat itu, mereka pun mengejar Juna, tetapi sayangnya belum sempat mereka mengejar, panitia menyuruh semua murid kembali kumpul di lapangan.
Zena yang mendengar itu langsung panik karena tanda tangannya masih kurang satu lagi. Mereka pun bergegas ke lapangan. Setelah semua murid berkumpul, panitia menanyakan siapa yang tanda tangan panitianya belum lengkap. Dengan ketakutan, Zena mengancungkan tangannya, panitia menyuruh Zena ke depan. Semua murid menyoraki Zena.
“Kamu ngapain aja dari tadi kenapa belum lengkap?” tanya panitia dengan nada tinggi.
“Eum, maaf, Kak. Kak Juna enggak ngasih tanda tangannya,” jawab Zena gemetaran.
“Alasan aja kamu, sebagai hukumannya, kamu lari lapangan sebanyak sepuluh keliling,” ucap panitia dengan nada tinggi.
Zena hanya bisa mengikuti perkataan panitia. Dia pun lari. Saat putaran kelima, Zena merasakan kepalannya sakit. Tak lama, dia pun pingsan. Melihat itu, Juna berlari menghampiri Zena yang pingsan, lalu membawanya ke UKS. Tak berselang lama, Zena pun sadar.
“Zena kamu nggak pa-pa, kan?” tanya Giska dengan panik.
“Aku baik-baik saja, kok,” jawab Zena.
“Syukurlah, keterlaluan banget sih Kak Juna. Gara-gara dia, kamu dihukum,” ucap Giska kesal.
“Udahlah, nggak pa-pa, biarin aja, aku juga nggak pa-pa, kok,” ucap Giska.
Mereka pun kembali ke ruangan MOS untuk mengikuti kegiatan yang lain. Tak terasa, MOS hari ini pun selesai. Semua murid diperbolehkan pulang.
Sesampainya di rumah, Zena langsung membersihkan diri, lalu makan siang bersama ibunya.
Sore harinya, Zena membantu ibunya berjualan kue. Setelah berkeliling, akhirnya jualan Zena habis semua.
Malam harinya, Zena merapikan keperluan yang akan dibawa besok.
Pagi hari pun tiba, Zena bergegas bangun, lalu mengambil air wudu untuk menunaikan Salat Subuh. Setelah selesai, Zena membantu ibunya membuat kue.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 06.00, Zena bersiap-siap pergi ke sekolah lalu sarapan. Setelah selesai, berpamitan ke ibunya.
Sesampainya di sekolah, Zena memarkirkan sepedanya, lalu berjalan ke ruangan MOS-nya yang berada di lantai tiga. Saat Zena sedang jalan, ada seseorang yang memanggilnya.
“Zena, Zena,” panggil Giska.
“Eh ada Giska,” ucap Zena.
“Kamu udah bawa yang disuruh kakak panitia?” tanya Giska.
“Udah dong,” jawab Zena semangat.
Karena asyik mengobrol, mereka tidak sadar jika sudah sampai di depan ruangan. Di sana sudah banyak peserta yang datang. Tak berselang lama, acara MOS pun dimulai.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 14.00. Semua murid diperbolehkan untuk pulang.
keesokan harinya, saat semuanya berjalan lancar, di parkiran, Zena berpapasan dengan Juna. Saat melihat Zena, Juna kembali teringat perlakuannya terhadap Zena. Dia merasa bersalah.
“Zena tunggu,” ucap Juna.
“Iya, Kak, kenapa?” tanya Zena.
“Ayo aku anter kamu pulang,” jawab Juna.
“Enggak usah, Kak, aku pulang sendiri aja,” ucap Zena.
“Nggak pa-pa, aku anter aja sebagai permintaan maaf aku ke kamu atas perlakuanku ke kamu saat MOS kemarin,” ucap Juna.
“Ya udah, deh. Boleh, Kak,” ucap Zena.
keesokan harinya, saat istirahat, Juna mengajak Zena ke kantin bareng. Mereka pun pergi ke kantin bareng, Amel yang melihat mereka hanya bisa memendam amarah karena takut dimarahi Juna jika dia melabrak mereka sekarang. Cia yang juga melihat mereka malah memanas-manasi Amel yang membuat Amel makin marah.
Akhirnya, sekolah hari ini pun selesai. Saat Zena menuruni anak tangga, tanpa Zena sadari, Amel dan Cia sedang berada di belakangnya kemudian Amel mendorong Zena. Sehingga Zena terjatuh ke lantai dua. Orang-orang yang melihat itu teriak histeris. Juna yang melihat Zena terkapar langsung berlari menghampirinya kemudian membawa Zena ke rumah sakit. Kejadian ini membuat Zena koma selama 1 bulan.
Akhirnya, Zena pun sadar dari komanya. Setelah benar-benar pulih, Zena tidak langsung masuk sekolah tetapi Zena memilih untuk belajar dari rumah sambil mengumpulkan bukti aksi yang dilakukan Amel dan Cia selama ini untuk dilaporkan ke Bu Nia.
Zena Juga mengubah penampilannya menjadi lebih cantik. Zena pun kembali ke sekolah. Semua terpana dengan penampilan Zena. Akhirnya, Amel dan Cia pun dikeluarkan dari sekolah. Zena pun dapat bersekolah dengan tenang.
***
Tentang Penulis
Halo, kenalin, namanya Nika Nurulaini, biasa dipanggil Nika. Ia lahir pada tanggal 7 Juni di Kota Sumedang. Saat ini, ia tinggal di Bandung bersama keluarganya. Ia berusaha meluangkan waktu untuk hobinya, yaitu membaca buku, karena setiap habis membaca ia mendapatkan sesuatu yang hal baru.
Posting Komentar