[CERPEN] Isyarat Bermakna Indah
Alia menguap sesaat. Rasa kantuk mendominasi di siang bolong. Setelah pekerjaan rumah selesai, dia memutuskan membuka media sosial sebentar. Tidak lama kemudian, tatapan mata beralih ke layar laptop yang menampilkan sebuah video edukasi belajar bahasa isyarat dari salah satu teman tuli bernama Kak Mahdan.
Sejak awal masuk kuliah Jurusan Psikologi, Alia sangat tertarik dengan bahasa isyarat. Menurutnya, gerakan jari itu indah. Pernah pada suatu momen ketika sesi tanya jawab di kelas, terlintas di pikirannya apa anak Psikologi wajib bisa bahasa isyarat. Karena penasaran, pertanyaan itu dia ajukan dengan berani walau seisi kelas menatap aneh, tapi kegigihan Alia selama ini pun terjawab.
“Belum ada jurnal yang membahas dengan pasti untuk saat ini. Sekali lagi, Ibu ingatkan, carilah ilmu di luar kampus agar banyak wawasan, kampus hanya memfasilitasi sisanya kalian cari sendiri,” ucap Bu Silvia.
***
Lamunan Alia seketika buyar, berganti panggilan menggema ibu negara dari dapur. Dia bergegas meletakan ponsel pipih ke atas kasurnya, mendekati sumber suara. “Iya, Mak.”
“Ke warung sebentar beliin Mamak cabe sama tomat mau nyambel,” cetus Mamak di ambang pintu.
“Ada sisanya nggak, Mak?” gurau Alia riang.
“Nggak ada, cepet keburu warung Nenek tutup.”
“Iya, Mak.”
Alia merasa belum puas belajar bahasa isyarat, tetapi dia harus tetap berjalan cepat menuju warung terdekat agar bisa segera melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda. Secepat kilat Alia pulang membawa belanjaan pesanan Mamak. Alia terbilang anak rajin dan disiplin waktu. Jangan heran jika dia mempunyai sikap tegas. Sedari kecil, dia sudah diajari hidup sederhana dan tekun. Apalagi menyangkut tentang pendidikan, pasti nomor satu.
Dari banyaknya tutorial bahasa isyarat yang sudah Alya pelajari, ada satu pamflet yang menarik perhatian. Beberapa kali juga sempat lewat beranda Instagram pada salah satu komunitas. Iya, Sahabat Difabel Lampung sedang mengadakan Volunter. Dari situ, rasa penasarannya terbayar untuk bisa diberi kesempatan menjadi bagian kakak pendamping anak-anak hebat. Alia sangat senang bisa ikut serta meramaikan acara yang mungkin tidak akan dia dapatkan di tempat lain.
Besok, tanggal 28 Juli 2024, bisa dibilang sebagai hari penuh pengalaman paling berkesan. Alia kali pertama mengajar bersama tim Volunter dari berbagai kalangan remaja pegiat inklusi sosial. Tim sendiri terbagi menjadi dua kelompok. Seminggu sekali bergantian mengajar di Sadila. Setiap hari Sabtu dan Minggu program berupa mengaji, calistung, keterampilan menari, melukis tutup botol, melukis kancing, daur ulang kertas, dan masih banyak kegiatan yang pasti seru, tetapi kali ini hanya sebagian anggota yang menjadi perwakilan dalam acara Hari Anak Nasional berlokasi di Perpustakaan Lampung.
Ririn
Udah berangkat belum?
Tolong share lock, Al
Me
Bentar lagi
Oke.
***
Ojek yang Alia tumpangi perlahan melaju meninggalkan pekarangan rumah minimalis nan sejuk. Sepanjang jalan terlihat gedung-gedung pencakar langit megah. Panas matahari menyengat sampai kulit. Padatnya pengguna jalan disapa polusi udara di mana-mana tidak menyurutkan niat Alia mengisi gelas kosong untuk dibawa pulang menjadi pengalaman dan wawasan terkini.
Waktu menunjukkan pukul setengah 9 pagi, tidak terasa berjalan lebih cepat 15 menit sampai perpustakaan Lampung.
"Volunter juga ya, Kak?” tanya Alia
"Iya, Kak. Yang lain belum pada dateng?"
"Masih pada di jalan paling," saut Alia canggung.
"Aku Sopia."
"Alia."
Tidak jauh dari mereka berdua berbincang, ada ibu dan anaknya datang. Mereka akhirnya sekalian berkenalan dengan mereka agar lebih akrab. Ketika sudah sampai di lantai dua, Alya dibuat terkejut, hanya mereka berdua saja yang barusan datang, tetapi tak apa, lebih cepat malah bagus. Sekitar pukul 9 lewat, kursi sudah terisi rapi oleh para orang tua dan anak. Beberapa Volunter sudah memenuhi kursi paling belakang mengondisikan suasana yang nyaman dan berjaga-jaga bila ada adik yang tantrum untuk dibantu tenangkan.
Sepeti biasa, sebelum pembukaan acara dimulai, berkenalan terlebih dahulu bersama yang lain. Setelah itu, rangkaian acara sambutan berlangsung sangat meriah. Apalagi sorakan dan tepuk tangan adik-adik sangat antusias mengikuti arahan MC.
Penampilan tari kreasi oleh adik-adik akan segera dimulai. Alia segera mengeluarkan ponsel karena tidak mau ketinggalan momen penting. Sambil mendengarkan beberapa sambutan hingga selesai. Volunter mengajak adik-adik bermain games di ruangan berbeda. Keseruan makin meningkat kala senyum teduh mereka mengembang dengan sempurna. Pengajar juga ikut serta merasakan arti kebersamaan walaupun hanya sebentar.
Acara terakhir yang paling ditunggu ialah membuat kerajinan tangan dari kaus kaki. Duduk melingkar saling berhadapan mempererat kebersamaan. Setiap kelompok diisi enam orang didampingi kakak asuh setiap satu anak. Sambil mengerjakan kerajinan tangan, di situ juga sebagai wadah bagi mereka untuk belajar berinteraksi bersama anak-anak di sana. Terutama harus terbiasa menggunakan bahasa isyarat. Tantangan terbesar buat Alia dan kawan-kawan. Awalnya mereka tidak paham isyarat. Namun, perlahan bisa menyesuaikan.
Alia berusaha memulai topik pembicaraan pada salah satu anak laki-laki di seberang tempat duduk. Dia melentikkan jemari, meliuk-liuk membentuk gentur ceria sesuai ekspresi. Arah pembicaraan menggunakan bahasa isyarat. Orang-orang di sekitar dari tadi memperhatikan interaksi Alia mengobrol dengan Raja. Tertegun sesaat. Mereka mulai menanyakan satu per satu apa artinya pada Alia.
"Nama kamu siapa?" tanya Alia perlahan.
"Raja."
Ririn menyenggol lengan Alia, ekor mata mengisyaratkan tanya. “Tadi dia bilang namanya Raja,” ucap Alia senyumnya mengembang.
“Lilinnya cuman satu pasti kurang,” keluh Kak Sopia.
“Kita gantian aja,” saut Alia.
Setelah boneka kaus kaki kelompok mereka buat sudah jadi. Sekarang waktunya sesi dokumentasi untuk kenang-kenangan bersama. Akhirnya, acara telah usai, tapi mereka memutuskan mencari seseorang sebelum pulang ke rumah masing-masing untuk dimintai foto bareng. Yap, namanya Raja, anak laki-laki yang sekelompok dengan mereka tadi. Sebelumnya, mereka izin terlebih dahulu pada orang tuanya. Setelah diizinkan baru mereka mengajak untuk berfoto.
"Ibu, boleh izin foto sama Raja? tanya Alia.
"Boleh."
"1, 2, 3."
"Makasih, Bu," ucap mereka serempak.
Saat sedang menunggu ojek di depan teras perpustakaan. Ada satu anak perempuan manis bernama Ulfa melambaikan tangan ke arah Alia sampai masuk mobil jemputan sang Ayah.
"Pulang dulu, Mbak,” sapa sang Ayah.
Ternyata bahagia itu sederhana. Kita tidak perlu ke tempat mewah untuk mencari sumber kebahagiaan.
Dari sini sudah ada bayangan nanti mau mengambil Psikologi apa?
Berhubungan dengan Psikologi, pasti tidak ada habisnya. Sebentar lagi Alia akan masuk semester baru. Pasti sudah banyak plan-plan penting menyangkut kariernya sebagai mahasiswa tingkat menengah. Maka dari itu, kegiatan ini sangat membantu dalam mengamati sekitar dalam diam.
***
Tentang Penulis
Delia Rahmawati, seorang mahasiswa Jurusan Psikologi Islam kelahiran tahun 2004. Beliau memulai berkarya sejak duduk di bangku sekolah menengah kejuruan. Sekarang sedang menulis buku kedua tentang kisah hidupnya sendiri dalam buku berjudul Apa Itu Cemara?
Kalian bisa menemukannya aktif di medsos: Instagram : @deliarahmawati07055, Wattpad : @delia221, Tiktok : @arahma_08 @delia_lia
Posting Komentar