[CERPEN] Juara di Hati Umi
“Umi, bisa enggak ya Aa masuk kelas unggulan?” Anakku yang pertama memulai pembicaraan.
“Insyaallah bisa, Aa, asalkan Aa usaha raih prestasi minimal lima besar, tapi biasanya juara umum tiga besar akan dipanggil untuk dapat penghargaan.” Aku menjelaskan.
“Oh gitu, wah, Aa mau jadi juara umum minimal juara 2,” sahutnya.
“Loh, kok Aa enggak mau juara satu?” selidikku.
“Sepertinya sulit, Mi, karena lawan Aa rajin banget,” ujar Aa.
“Ooh, tapi Aa bisa itu sebenarnya jadi juara satu juga, jika Aa lebih rajin belajar dan berdoa,” kataku.
Sejak saat itu, kulihat ada perubahan perilaku dari Aa untuk lebih rajin belajar dan berdoa.
Keinginan berprestasi yang tertanam di hati dan pikirannya terus dipupuk, apalagi minatnya untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan favorit tetap menyala di hatinya.
Apalagi yang membuat hati seorang ibu bahagia, hanya melihat anaknya rajin belajar dan ibadah di usianya sekarang jelang remaja sudah membuat hati ini membuncah karena rasa bahagia.
Ujian semester sudah di depan mata, pada ujian semester sekarang dilakukan secara online menggunakan handphone.
“Umi, ternyata ujian semesternya menggunakan HP. Aa pakai HP siapa?” tanya Aa.
“Pakai HP Umi aja ya, Aa, setelah beres segera kembalikan ke Umi ya!” kataku.
“Siap, Umi, terima kasih,” kata Aa.
Hari pertama ujian, dia sudah semangat datang menghampiriku bercerita tentang perolehan nilai. Saat nilainya kecil, ada rasa kecewa tergurat di wajahnya. Ketika mendapatkan nilai sempurna, dia juga datang. “Umiii, Aa dapat nilai 100. Umi mau kasih hadiah apa?” tanyanya.
“Waaah, alhamdulillah. Mau apa aja insyaallah Umi belikan.” Terlihat sekali dia sangat bahagia.
Seminggu berlalu setelah ujian semester. Di sela-sela istirahat sambil menonton televisi, kami bercengkerama.
“Mi, kira-kira Aa dapat juara enggak ya? Tapi dari hasil tes nilai, Aa selisihnya enggak jauh beda dengan saingan Aa,” ucapnya.
“Berdoa aja, Aa, semoga usaha dan harapan Aa dikabulkan Allah Swt., nilai rapor itu diperoleh dari nilai harian, nilai Ujian Tengah Semester dan semester.” Aku menjelaskan. “Semoga ya, Mi, aamiin, ucapnya.
Hari yang dinanti akhirnya tiba, pembagian rapor dilaksanakan. Tibalah waktunya pengumuman juara kelas, Fathir naik ke panggung dan berada di urutan ketiga. Terlihat ia mencari-cari saat hendak naik. Karena ada kegiatan lain, aku tidak bisa mendampinginya di panggung. Akhirnya, ayahnya mendampinginya.
Ketika turun, kusambut Fathir dengan memberikan pelukan dan buket bunga.
“Alhamdulillah, Mi, Aa juara tiga. Enggak apa-apa kan enggak jadi juara dua?” ucapnya.
Sambil kuucapkan selamat kusampaikan, “Enggak apa-apa, Aa, ini juga Aa hebat sudah mampu menunjukkan kalau Aa mampu ketika Aa terus berusaha dan tidak lupa berdoa. Bagi Umi, Aa selalu juara di hati Umi.”
Aa tersenyum bahagia, dia langsung kembali menjalankan tugasnya menjadi bagian panitia perpisahan.
***
Tentang Penulis
Siti Icun Syamsuriah, lahir dan menetap di Pandeglang, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan guru di MTsN 5 Pandeglang. Aktif mengikuti kegiatan literasi sejak masa pandemi, mengikuti berbagai event dan komunitas menulis sebagai sarana belajar literasi. Sudah menghasilkan beberapa buku antologi puisi, fabel, quotes, dan cerita anak.