[CERPEN] Sulampe Danu
Sudah hampir lima tahun Danu mengenakan kain sulampe di lehernya. Sulampe pemberian kakeknya itu sangat ia sayangi. Ke mana pun ia pergi, sulampe itu tak pernah lepas dari lehernya.
“Dan, kamu nggak malu pake kain lusuh itu ke mana-mana?” tanya Ical kepada Danu. Danu hanya menggeleng sembari tersenyum menjawab pertanyaan Ical yang sudah berpuluh kali ditanyakan setiap kali bertemu Danu. Mungkin Ical tidak mengerti betapa berharganya sulampe yang dikenakan Danu itu. Sulampe itu selalu Danu kenakan karena merupakan pemberian terakhir dari kakeknya sebelum beliau meninggal. Oleh karena itu, Danu merasa bahwa kakeknya selalu ada dekat dengannya selama memakai kain sulampe itu.
Danu dan Ical sudah berteman sejak mereka masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Pertemanan mereka masih akrab hingga saat ini. Sekarang, Danu dan Ical duduk di kelas empat sekolah dasar. Mereka bersekolah di SD Negeri 1 Rajapolah, Tasikmalaya. Setiap hari, mereka berangkat sekolah bersama karena kebetulan tempat tinggal Danu tak jauh dari tempat tinggal Ical. Rumah mereka hanya berjarak kurang lebih 500 meteran. Ada kebiasaan unik yang mereka lakukan setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Mereka berdua selalu menyempatkan diri untuk menyisihkan sebagian uang jajanya di kotak amal masjid. Dan, itu dilakukan rutin setiap hari semenjak mereka duduk di kelas dua sekolah dasar. Mereka berdua selalu ingat perkataan Pak Nur selaku guru Pendidikan Agama Islam di sekolahnya. Pak Nur bilang bahwa orang yang rajin bersedekah akan diberi pahala surga oleh Allah, dan akan diberikan pahala 700 kali lipat, semisalnya. Sesampainya di sekolah, tak lupa mereka juga menyapa dan menyalami pak satpam. Danu selalu membawakan gorengan atau kue serabi untuk pak satpam. Rutinitas itu mereka lalukan setiap hari, semata didikan dari sekolah serta orang tua mereka yang mendukungnya.
Ketika jam istirahat, Ical mengajak Danu untuk pergi ke kantin. Seperti biasa, mereka jajan di warung Mang Asep.
“Sepertinya makan sosis bakar enak nih,” kata Ical seolah memberi kode kepada Danu bahwa sosislah yang jadi incarannya kali ini. Setelah menunggu beberapa saat sosis incaran Ical datang dengan saus mayones pedas kesukaannya. Sementara Danu masih celingak-celinguk memilih makanan apa yang akan ia santap kali ini. Setelah lama berpikir, Danu memilih untuk memesan batagor kuah tanpa bawang saja. Ical dan Danu menikmati jajanan siangnya dengan lahap tanpa berbicara sepatah kata pun.
Saat Danu tengah menikmati santapan batagor kuah pesanannya. Tiba-tiba ada yang menyenggol pundaknya dari belakang. “Eh.” Karena kejadian itu, kuah batagor yang ingin Danu seruput seketika tumpah ke sulampe kesayangannya. Danu yang menyadari itu dengan refleks langsung menghela napas
“Duh, maaf, Danu. Aku nggak sengaja,” kata Kevin, orang yang menyenggol pundak Danu. Mereka masih duduk di kelas yang sama, di kelas 4A.
“Nggak pa-pa, Vin,” tanduk Danu.
Ical yang melihat kejadian itu kemudian menyarankan untuk Danu segera mencuci sulampe-nya. Mereka kemudian berjalan ke arah kamar mandi pria di sekolah mereka.
“Cal, kamu tunggu di sini aja, ya. Aku mau cuci sulampe-ku dulu,” kata Danu menyuruh Ical untuk menunggunya di depan pintu kamar mandi.
“Iya, Dan.”
***
“Jemur di mana, ya?” tanya Danu ke Ical. Mereka berdua sedang berdiri di taman kecil depan kelas mereka, mencari tempat yang pas untuk menjemur sulampe milik Danu.
“Taruh di kursi panjang itu aja, Dan. Cukup sinar matahari,” saran Ical sambil menunjuk ke arah kursi panjang itu berada.
“Ide bagus.”
Setelah Danu selesai meletakkan sulampe-nya ke kursi panjang itu, mereka bergegas masuk ke dalam kelas.
Tak berselang lama, Mbok Surti—penjual makanan di kantin sekolah Danu dan Ical—lewat di taman depan kelas mereka. Mbok Surti mendapati sulampe yang dijemur Danu di kursi panjang. Tanpa pikir panjang, Mbok Surti langsung mengambil sulampe itu.
“Loh, ini kan punyanya Danu,” kata Mbok Surti yang kenal betul dengan sulampe legend kesayangan Danu. Mbok Surti kenal akrab dengan Danu. Danu anak yang baik dan mudah akrab dengan warga sekolah, termasuk Mbok Surti.
“Kok basah gini ya sulampe-nya, kayak habis dicuci, tapi kurang bersih. Mbok cuci lagi aja, deh.” Mbok Surti pun membawa sulampe itu untuk dia cuci kembali.
***
Hari makin siang, waktu sudah menunjukkan pukul 12.20, waktunya untuk Danu, Ical, dan teman-temannya pulang sekolah.
“Anak-Anak, PR Matematikanya jangan lupa dikerjakan, ya,” peringat Bu Siti selaku guru Matematika di sekolah Danu.
“Siap, Bu Guru,” jawab para murid serentak. Para murid langsung beranjak dari tempat duduk masing-masing untuk segera keluar meninggalkan kelas.
Saat keluar dari kelas, Danu teringat dengan sulampe-nya.
“Eh, Cal. Ikut ambil sulampe-ku, yuk,” ajak Danu.
“Yuk, Dan.”
Saat tiba di tempat Danu menjemur sulampe-nya, Danu terkejut. Ia tidak mendapati sulampe-nya ada di sana.
“Loh, kok sulampe-ku nggak ada, ya?” Danu bingung.
“Tadi bener kan kamu taruh di situ? Nah, itu ada bapak-bapak kang kebun. Coba kamu tanya deh, Dan.”
Dengan wajah bingung, Danu mencoba bertanya ke tulang kebun sekolah mereka.
“Permisi, Pak. Bapak liat sulampe-ku di kursi ini, nggak? Warnya biru, Pak,” tanya Danu.
Tukang kebun itu langsung menengok ke arah Danu, “Duh, saya nggak liat, Dek. Mungkin jatuh kebawa angin.”
“Oke, Pak. Terima kasih, ya.”
Akhirnya, Danu pulang dengan muka suram. Ia sedih karena merasa sangat kehilangan kain kesayangannya.
***
“Danu, anak Ibu. Kenapa mukanya sedih begitu, Nak?” kata ibu Danu yang mendapati anaknya yang sedang bersedih.
“Itu, Bu, sulampe Danu hilang,” kata Danu yang sudah meneteskan air matanya.
“Kok bisa? Coba sini cerita sama Ibu.”
“Ta—tadi pas di kantin, si Kevin nggak sengaja nyenggol bahu Danu. Kan Da—Danu lagi mau nyeruput kuah batagor. Eh, tiba-tiba kuahnya tum—tumpah ke sulampe Danu karena disenggol,” jelas Danu dengan terbata-bata. Ia tak bisa menahan isak tangisnya.
“Oh, begitu. Kalau begitu, mau Ibu belikan yang baru?” kata ibunya berniat menangkan.
“Nggak mau. Itu sulampe pemberian Kakek, Bu. Danu sayang banget sama sulampe itu.” Kini, tangis Danu mulai menjadi.
“Duh, cup-cup, Sayang,” kata ibunya kemudian memeluk Danu erat, “kamu besok coba cari lagi ya, Nak. Tapi kalau nggak ketemu juga, Danu harus berani mengikhlaskan. Ya, Sayang?”
“Iya, Bu,” jawab Danu yang masih sesenggukan.
***
Keesokan harinya, Danu kembali mencari sulampe-nya di waktu jam istirahat. Ia mencari bersama Ical. Danu dan Ical mulai pasrah karena tak kunjung mendapatkan sulampe itu. Tiba-tiba, ada Mbok Surti yang menghampiri mereka.
“Nak Danu,” panggil Mbok Surti.
“Iya, Mbok,” jawab Danu.
“Ini sulampe milik kamu, kan? Kemarin Mbok temuin di kursi panjang itu. Masih basah, dan kelihatan masih kotor. Jadi, Mbok bawa aja dan cuci lagi sulampe kamu. Ini udah bersih.”
“Alhamdulillah,” ucap Danu dan Ical bersamaan. Akhirnya, mereka merasa lega, terlebih lagi Danu, pemilik sulampe itu.
“Kirain Danu nggak akan nemuin sulampe Danu lagi. Ternyata sulampe-nya di Mbok. Terima kasih ya, Mbok, udah jagain sulampe Danu.”
“He-he, sama-sama, Danu. Maaf Mbok udah bikin kamu nyari-nyari sulampe kamu.”
“Nggak pa-pa, Mbok.”
Kini, Danu bisa tersenyum kembali. Danu berjanji, ia tidak akan meninggalkan sulampe-nya lagi.
***
Tentang Penulis
Nurman, lahir di Majalaya, Kabupaten Bandung pada 8 Maret 1986. Sekarang menetap di Kota Tasikmalaya. Dia bekerja sebagai guru di SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya. Penulis sangat menyukai kegiatan pramuka dan menulis. Penulis bisa dikunjungi di medsos FB, IG, dan YouTube: Nurman Pribadi.
Posting Komentar