[CERPEN] Ungkapan

Table of Contents

Pagi hari yang indah di mana ada seorang siswa laki-laki yang merasa gugup dan ragu untuk mengambil sebuah keputusan.

“A—a—apakah aku bi—bi—bisa bicara dengan dia? Soalnya a—aku ta—takut dia menolak aku. Jadi bagaimana ini?”

“Kenapa tuh si Bambang? Kok kayak orang cemas? Apa dia kesamber gledek ya?” Lisa melihat Bambang sangat kebingungan dan dia seperti orang yang linglung.

“Aduh, bagaimana ini? Bagaimana aku bisa menyampaikan perasaan aku yang sesungguhnya? Aku takut, kalau aku menyampaikan perasaan dan permintaanku kepada Lisa, takutnya nanti dia malah menjauhi aku serta malah akan menghindari aku dan aku akan kesepian lagi. Jadi bagaimana ini?” Bambang kembali cemas dan linglung karena dia harus memutuskan apakah dia harus menyampaikannya atau tidak.

Bambang Suhartoyo merupakan siswa yang memiliki kekurangan dalam berbicara. Dia sebenarnya adalah siswa yang cerdas dalam bidang akademik, terutama di bidang sejarah. Bambang sangat senang pelajaran Sejarah karena dia sangat terinspirasi dan terkagum-kagum terhadap orang yang ada dalam sejarah. Bambang ingin sekali menjadi orang yang berpengaruh dalam sejarah. Akan tetapi, Bambang tidak bisa karena keterbatasan kemampuannya dalam berbicara. Dia memiliki kelemahan dalam hal bicara, seperti setiap dia bicara pasti agak gagap. Sehingga, Bambang tidak percaya diri, bahkan beberapa kali saat di masa SMP dia di-bully karena keterbatasan kemampuannya dalam berbicara.

Namun, suatu hari di kelas 10 semester 2, datanglah siswa baru yang bernama Lisa Sri Cantika atau biasa yang dipanggil Lisa. Di awal pertemuannya, Bambang dan Lisa sepertinya mulai akrab dan merasa nyaman antara satu dengan yang lainnya. Sehingga, Bambang ingin menyatakan perasaan dan permintaannya kepada Lisa. Sebelumnya di SMP, dia sempat melakukan hal yang sama kepada orang yang lain. Akan tetapi, Bambang malah ditolak bahkan sampai di-bully habis-habisan karena perbuatan yang dia lakukan.

Tetapi, di awal kelas 11 ini, dia ingin menyatakan perasaan dan permintaannya kepada Lisa. Karena dia tidak mau bahwa Bambang harus kesepian lagi. Bambang ingin agar bisa memiliki dan menyatakan hal yang dia inginkan kepada Lisa.

Minggu kedua bulan kedua pada jam kelima menjelang istirahat, Bambang mulai mengajak Lisa untuk bertemu.

“Halo Lisa, Bisakah ki—kita bicara berdua di taman se—sekolah habis pulang se—sekolah?”

Tiba-tiba satu kelas terkejut atas perkataan Bambang kepada Lisa. Semua siswa di satu kelas tersebut mulai membicarakan hal buruk tentang Bambang dan mulai mengasihani Lisa karena dia harus mendengarkan pernyataan tersebut.

Lisa yang mendengarnya pun tiba-tiba terpikir sesuatu.

“Kenapa ya Bambang? Kenapa dia tiba-tiba ingin mengajak aku bicara di taman sekolah habis pulang sekolah? Padahal kalau ada yang ingin dia tanyakan bisa aja langsung kan. Apa jangan-jangan ..., ah, itu tidak mungkin. Aku tidak yakin kalau Bambang ingin menyatakan perasaannya kepadaku. Aku juga tidak yakin, kalau Bambang itu suka sama aku. Karena, aku ini .... Jadinya, aku merasa tidak pantas kalau sama dia. Tapi, kalau aku tolak dia, dia pasti akan kecewa. Lebih baik aku terima ajalah dan mendengarkan apa yang dia inginkan.”

Akhirnya Lisa pun memberikan keputusan.

“Oke, lah, Bambang, aku mau sampai berjumpa nanti di taman saat sepulang sekolah.”

Satu kelas pun terkejut atas jawaban dari Lisa. 

Selama pembelajaran, para siswa termasuk Lisa dan Bambang merasa overthinking atas apa yang terjadi. 

Saat pulang sekolah, Lisa dan Bambang langsung bergegas pergi ke taman sekolah untuk memulai pembicaraan. Sedangkan, beberapa teman-teman Lisa dan teman sekelas mereka berdua diam-diam mengikuti dan memata-matai pembicaraan mereka berdua.

“Lisa, ada hal yang ingin aku sampaikan kepadamu. Tetapi, a—aku tidak bi—bisa menyampaikannya di depan kelas. Jadi sebenarnya....” Bambang langsung to the point terhadap apa yang ingin dia sampaikan. 

Lisa sangat  deg-degan terhadap apa yang ingin tanyakan oleh Bambang. 

Tiba-tiba pertanyaan dari Bambang sangat mengejutkan Lisa dan teman sekelas mereka berdua yang mendengarkan pertanyaan Bambang.

“Kamu ma—maukah berteman kepadaku dan jadi sahabat sejati aku?”

Lisa pun terkejut.

“Kenapa pertanyaan Bambang sangat aneh. Memangnya, selama ini kita hanya sebagai apa? Kenapa dia bertanya seperti itu. Lebih baik aku tanyakan saja secara langsung, agar lebih jelas dan konkret.” Lisa terpikir untuk langsung menanyakannya kepada Bambang.

“Bambang, kau kenapa bertanya seperti itu? Memangnya selama ini kita nggak bertemankah? Atau kau punya maksud tujuan lain terkait pertanyaanmu? Kau boleh, nggak, jelaskan maksudnya kenapa?” Lisa pun bertanya kepada Bambang. 

“Be—begini, Lisa. Tunggu sebentar ya a—aku ambil teksku du—dulu biar lebih enak.” Bambang langsung mengambil tasnya dan membaca catatan yang dia sudah siapkan. 

“Sebenarnya kenapa a—aku bertanya se—seperti ini karena ju—jujur aku merasa be—belum berteman denganmu. Karena perbedaan aku i—ini, aku pikir ka—kamu hanya kasihan denganku. Aku ta—takut bahwa kamu ha—hanya kasihan saja dan tidak ma—mau mendekati aku karena ca—cara bicaraku yang ga—gagap seperti ini. Aku kira ka—kamu akan merasa ge—gengsi atau ma—malu berteman de—dengan orang yang bicaranya a—aja butuh waktu yang la—lama. Makanya di si—sini, aku mau bertanya ke—kepadamu apakah aku bi—bisa berteman denganmu dan a—apakah kita bisa menjadi sa—sahabat sejati?”

Pertanyaan yang membuat Lisa terkejut habis-habisan. Karena, Bambang berpikir bahwa dirinya tidak pantas untuk berteman dengan siapa pun, termasuk Lisa. Padahal, selama ini bisa menganggap Bambang sebagai salah satu teman bahkan sahabat yang bisa menemani di setiap kondisi yang memungkinkan. 

Tiba-tiba, bisa sedikit tertawa sambil menjawab apa yang ditanyakan oleh Bambang, “Ha-ha-ha, kamu nih, Bambang, ada-ada aja. Ya iyalah kita berteman. Kamu kenapa bertanya seperti itu? Sudah jelas kan kita ini sudah berteman bahkan kalau kau tidak meminta pun aku pasti akan menjadi sahabat sejatimu. Pokoknya, kalau ada masalah kamu boleh curhat sama aku. Tapi, kalau aku juga punya masalah aku ingin curhat sama kamu boleh kan?”

“Tentu saja, Lisa. Terima kasih, kamu sudah menjadi te—teman bahkan sahabat sejatiku. Aku mo—mohon maaf ya tentang pertanyaan yang agak aneh ini.”

“Ya udah aman aja. Ya jelas kita menjadi sahabat sejati ya?” 

“O—oke”

Akhirnya Lisa dan Bambang menjadi teman dan sahabat sejati. 

Sedangkan, teman sekelas Bambang dan Lisa yang melihat dan mendengar semua yang terjadi pun merasa kesal. Mereka kesal karena tidak ada momen romantis yang mereka inginkan. 

Akhirnya, mereka membubarkan diri, serta Lisa dan Bambang menjadi teman dan sahabat sejati.

***

Tentang Penulis

Namanya Munirul Aswad, lahir di Tarakan, 17 September 2002. Seorang introvert yang aktif organisasi. Ia sedang menempuh pendidikan di UBT Jurusan Pendidikan Matematika. Hobi menulis, menonton, dan membaca, apalagi tentang sejarah. Ia berharap bisa jadi diri sendiri. Media sosialnya, IG: @munirul_aswad_45, Twitter: @MunirulAswad, dan Wattpad: @MunirulAswad.

Komunitas Ufuk Literasi
Komunitas Ufuk Literasi Aktif menemani pegiat literasi dalam belajar menulis sejak 2020. Menghasilkan belasan buku antologi dan sukses menyelenggarakan puluhan kegiatan menulis yang diikuti ratusan peserta.

Posting Komentar