5 Alasan Temanmu Enggan Menceritakan Masalahnya

Daftar Isi
ilustrasi menyimpan kesedihan sendiri (pexels.com/SHVETS production)
Pernahkah kamu berteman cukup lama dengan seseorang namun dia terlihat jarang sekali menceritakan masalahnya? Jika diingat-ingat, mungkin selama ini hanya kamu yang bercerita dan dia hanya menjadi sosok pendengar. Kamu mungkin juga baru sadar bahwa ternyata selama ini kamu tidak tahu apa-apa terkait kehidupan termanmu, termasuk masalah yang sedang dia hadapi. 

Jika kamu merasa begitu, kamu tidak perlu terburu-buru marah atau merasa tidak layak menjadi temannya. Setiap orang memiliki alasannya sendiri mengapa memilih menyimpan masalah yang dihadapi meski ada teman di sekitarnya. Berikut adalah beberapa hal yang bisa menjadi alasan mengapa temanmu memilih untuk menyimpan masalahnya sendiri. 

1. Sudah Terbiasa Mandiri

ilustrasi kesendirian (pexels.com/Luis Fernandes)
Kamu mungkin menjumpai temanmu banyak melakukan aktivitas secara mandiri. Entah itu belajar, mengerjakan tugas, atau sesederhana pergi ke kantin untuk membeli makanan. Seolah ia terbiasa dan baik-baik saja ketika harus melakukan banyak hal sendirian. Bahkan, ketika ia terlihat sedang dalam kesulitan, ia justru berusaha menyelesaikan masalah itu sendiri sebelum meminta tolong pada orang lain. 

Bisa jadi, temanmu selama ini memang seperti itu, bahkan sebelum mengenal kamu. Ketika berada dalam masalah, bukan mereka tidak ingin membagi masalah denganmu. Hanya saja, mereka mungkin sedang bingung harus mulai bercerita darimana. 

Sebagai teman yang baik, cobalah tawarkan bantuan untuknya atau ruang untuk bercerita. Lakukan itu secara tulus tanpa terburu-buru memaksa dia membuka diri dan menceritakan masalahnya. Perlahan, coba pastikan bahwa kamu adalah sosok teman yang bisa ia percaya tanpa ada kesan memaksa. 

2. Takut Dianggap Lemah

ilustrasi memilih tidak bercerita (pexels.com/Alex Green)
Temanmu bisa jadi memiliki anggapan bahwa memilih bercerita artinya menunjukkan kelemahan diri. Mungkin selama ini temanmu bersikap seolah baik-baik saja hanya untuk membuktikan bahwa dia tidak serapuh itu. Dia mungkin tidak ingin terlihat lemah dan diremehkan, atau lebih buruknya kelemahannya justru dimanfaatkan orang lain. 

Sebaliknya, kamu mungkin tidak berpikir seperti itu. Menampakkan sisi diri yang sedang down tidak menandakan kelemahan. Setiap orang pasti memiliki titik puncak dan rendahnya yang bagimu itu normal. Pada kondisi tersebut, coba bicarakan secara perlahan pada temanmu. 

Yakinkan temanmu bahwa semua orang memiliki masalah dan memilih bercerita tidak berarti lemah. Sekali lagi, tidak perlu terburu-buru dalam menyampaikan pada temanmu. Berkomunikasilah dalam keadaan tenang sehingga temanmu bisa menerima dengan lebih baik dan tidak tersinggung. 

3. Tidak Ingin Membebani Orang Lain

ilustrasi tidak ingin membebani orang lain (pexels.com/RDNE Stock project)
Beberapa orang memilih menyimpan masalahnya sendiri karena takut membebani orang lain. Mungkin temanmu berpikir bahwa setiap orang memiliki masalahnya masing-masing dan dia tidak mau menambah bebanmu dengan masalah mereka. Temanmu mungkin hanya takut merepotkanmu meski kamu tidak berpikir seperti itu. 

Di saat seperti ini, kamu bisa meyakinkan dia bahwa kamu siap untuk mendengar cerita tanpa merasa terbebani. Jika kamu memang memiliki waktu tertentu yang menunjukkan kamu tidak bisa hadir di saat tertentu, kamu juga bisa sampaikan dengan jelas namun tetap lembut. Dia pasti bisa menghargai itu karena sejak awal dia memang tidak ingin membebani orang lain. Komunikasikan hal tersebut dengan baik sehingga temanmu mengerti apa yang kamu maksudkan dan kamu bisa mengenal temanmu dengan lebih baik

4. Tidak Semua Orang Bisa Memahami

ilustrasi tidak bisa memahami orang lain (pexels.com/Keira Burton)
Kenyataan bahwa tidak semua orang bisa memahami posisi orang lain memang tidak bisa dipungkiri. Tidak jarang, beberapa orang justru membandingkan masalah yang sedang dihadapi orang lain dengan masalahnya sendiri. Mungkin ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa temanmu masih ragu untuk bercerita. Temanmu mungkin masih belum bisa percaya seutuhnya pada banyak orang. 

Dia mungkin sedang mengeneralisasi bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memahami kondisinya. Di situasi seperti itu, kamu bisa mulai mencoba membangun kepercayaan secara bertahap. Jadikan dirimu sebagai pendengar yang baik sehingga temanmu tidak merasa dihakimi. Meski tidak cepat, ada peluang mungkin temanmu akan mencoba lebih terbuka padamu. 

5. Belum Menemukan Seseorang yang Tepat untuk Diajak Berbicara atau Berdiskusi

ilustrasi enggan bercerita (pexels.com/RDNE Stock project)
Mungkin temanmu memilih menyimpan masalahnya sendiri karena merasa belum ada orang yang tepat untuk diajak berdiskusi menyelesaikan masalahnya atau sekedar menjadi tempat yang aman untuk bercerita. Jikapun ada, mungkin ada beberapa halangan yang menjadikannya tidak bisa terhubung dengan orang yang selama ini dia jadikan sebagai tempat bercerita. 

Sebagai teman, tawaran bantuanmu akan tetap berarti meski pada awalnya temanmu terlihat ragu untuk bercerita. Tunjukkan perilakumu yang hendak membantunya secara konsisten tanpa mendesaknya untuk membuka diri. Kamu juga bisa menanyakan preferensinya, apakah dia orang yang lebih senang mendapatkan solusi dari sebuah persoalan atau hanya butuh telinga untuk mendengar. 

Itulah beberapa hal yang mungkin menjadi alasan mengapa temanmu memilih menyimpan masalahnya sendiri. Tawaran dan usahamu untuk tetap me-reach out dia akan tetap berarti dan itu menunjukkan kualitas dirimu yang sebenarnya. Jikapun temanmu belum benar-benar bisa terbuka, maka itu tidak berarti kamu gagal sebagai teman. 

Mungkin dia masih memerlukan sedikit waktu yang lebih untuk memprosesnya secara pribadi sebelum siap bercerita padamu. Pada intinya tidak ada salahnya untuk menawarkan bantuan untuk sekedar meringankan beban sesama. Tapi kamu juga harus sadar ketika kamu mulai kelelahan hadir untuk orang lain, maka luangkan waktu untuk dirimu sendiri sebelum pada akhirnya kamu siap untuk kembali seperti biasanya. Semangat terus dan berbahagialah orang baik!

***

TENTANG PENULIS

Ahmada Rahmadhani, seorang perempuan kelahiran Sidoarjo yang tertarik dalam dunia kepenulisan. Menulis baginya adalah salah satu ekspresi jiwa yang mampu mengurai pikiran yang penuh. Menulis, pendidikan, dan bahasa Inggris adalah beberapa hal yang berusaha ia tekuni akhir-akhir ini. Ia dapat dihubungi melalui emailnya, ahmadarahmadhani@gmail.com

Komunitas Ufuk Literasi
Komunitas Ufuk Literasi Aktif menemani pegiat literasi dalam belajar menulis sejak 2020. Menghasilkan belasan buku antologi dan sukses menyelenggarakan puluhan kegiatan menulis yang diikuti ratusan peserta.

Posting Komentar