[REVIEW] Buku Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa - Karya Patresia Kirnandita
![]() |
| Buku Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa (bukumojok, edited by Canva) |
Identitas Buku
Berikut adalah identitas lengkap dari buku tersebut untuk memperkaya review dan memudahkan pembaca dalam mencarinya.
Judul: Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa
Penulis: Patresia Kirnandita
Penerbit: Buku Mojok Grup
Tahun: 2021
Halaman: XVIII + 230 halaman
ISBN: 978-623-96940-8-1
Pengantar Review
Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa adalah buku karya seorang jurnalis dan penulis isu kesehatan mental bernama Patresia Kirnandita. Bukan seorang psikolog apalagi psikiater, hanya satu dari sekian banyak orang dewasa yang tengah berjuang menyembuhkan luka masa lalunya. Buku ini terbagi dalam 10 bab dan setiap babnya dibuat seakan-akan penulis tengah menelanjangi diri sendiri dengan mengungkapkan kisah masa kecilnya.
Buku ini hadir sebagai salah satu karya reflektif yang mengangkat isu kesehatan mental dengan bahasa yang sederhana, namun sarat makna. Patresia, menggunakan pengalaman pribadinya dalam hubungan dengan orang tua, pasangan, dan anak sebagai bahan bakar untuk menyingkap sisi gelap tersembunyi orang dewasa, yaitu si kecil yang terluka dalam tubuh orang dewasa.
Tumbuh dengan inner child issues bukanlah perkara mudah. Orang-orang lebih sering berlindung dalam kalimat “baik-baik saja”, padahal nyatanya tengah mengurung anak kecil yang terluka dalam dirinya. Dunia seringkali mengatakan anak durhaka, tapi bagaimana dengan orang tua? Mereka juga bisa salah dalam cara mendidik dan berlaku pada anak-anaknya. Berlindung pada kalimat “kami lebih berpengalaman daripada kamu”. Namun, abai pada apa yang sebenarnya dibutuhkan anak.
Isi Buku
Secara garis besar, buku ini menggambarkan perjalanan batin penulis dalam mengenali dan berdamai dengan “anak kecil dalam dirinya”, jiwa yang menyimpan luka tak terselesaikan. Tanpa maaf, tanpa penjelasan. Patresia membagi tulisannya dalam beberapa bagian yang mengalir seperti catatan harian, refleksi, dan renungan tentang pengalaman tumbuh, terluka, keluarga, relasi, dan makna sembuh.
Dimulai dengan pengakuan, bahwa banyak dari kita tumbuh dalam lingkungan yang tidak ideal. Keluarga yang menekan, orang tua menuntut kesempurnaan, atau masyarakat yang mengajarkan kita untuk menekan perasaan. Patresia menelusuri bagaimana pengalaman-pengalaman itu menanamkan luka yang tidak kasat mata, namun terus membentuk perilakunya saat dewasa, seperti kesulitan mempercayai orang lain, ketakutan terhadap kegagalan, atau kebutuhan untuk selalu menyenangkan orang lain.
![]() |
| buku Buku Si Kecil yang Terluka dalam Tubuh Orang Dewasa (dok.pribadi/Vania Vitria) |
Selanjutnya, penulis membahas tentang pentingnya mendengarkan dan mengakui suara “si kecil”. Bukan untuk menyalahkan masa lalu, tetapi untuk memahami cara kita mencintai dan melindungi diri sendiri hari ini. Ia juga mengaitkan gagasan ini dengan konsep inner child dari psikologi humanistik, bagian diri yang menyimpan kebutuhan dasar akan kasih sayang, rasa aman, dan penerimaan.
Patresia juga menyertakan kisah pribadi yang kompleks, seperti hubungannya dengan orang tua, prosesnya menjalani terapi, hingga pergulatan dengan rasa malu dan kesepian. Namun, buku ini bukan sekadar curahan emosi. Penulis juga menjelaskan secara rinci, mengutip teori, dan pengalaman psikologis tanpa menghilangkan kesan personal. Bagian akhir buku, menekankan bahwa proses penyembuhan bukan tentang melupakan masa lalu, melainkan mengubah cara kita memandang dan memeluknya. Memaafkan bukan berarti menghapus luka, tapi memberi ruang agar luka itu tidak lagi memimpin hidup kita.
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Kekuatan utama buku ini adalah tentang bagaimana Patresia menuliskan kisahnya dengan bahasa yang mudah dipahami. Pembaca tidak hanya sekedar membaca kisah pilu seorang anak yang lahir dari keluarga toxic, tapi juga tentang bagaimana penulis menyikapi hal tersebut dan bersedia untuk sembuh. Hal ini membuat pembaca yang mengalami kisah yang sama akan merasa diterima, dipahami, dan tidak dihakimi. Pembaca akan merasa menemukan tempat di mana cerita hidupnya divalidasi dengan hampir sempurna, untuk kemudian pelan-pelan menyembuhkan diri.
Buku ini memang tidak memberikan penjelasan mendalam secara akademik maupun ilmiah, selayaknya buku psikologi pada umumnya. Kisah di dalamnya jujur terkesan lebih pribadi, namun tak dapat dipungkiri jika kisahnya bak dua mata pisau. Satu sisi dapat menjadi refleksi dan pengetahuan akan proses sembuh yang penulis alami. Sisi yang lain dapat memanggil luka masa kecil si pembaca yang belum tuntas. Sehingga, sangat tidak disarankan untuk pembaca yang masih belum bisa benar-benar berdamai dengan masa lalunya.
Triggering itu pasti ada dalam setiap cerita yang disuguhkan. Penulis juga sudah memberikan warning di awal untuk sejenak menarik nafas, jika saat membaca luka yang coba disembuhkan tiba-tiba terpanggil ke permukaan. Secara pribadi, selama membaca buku ini cukup membuat luka masa kecil saya terpanggil ke permukaan. Berulangkali harus beristirahat, agar trigger itu tidak semakin parah. Sebagai sesama penyintas inner child issues, menulis buku seperti ini bukanlah hal yang mudah. Termasuk nekat, apalagi dalam kondisi penulis yang belum benar-benar sembuh dari traumanya.
Tidak terlalu merekomendasikan untuk orang lain, tapi jika ingin mencoba silakan saja. Satu pesan saya, berhentilah ketika trigger itu menujukkan gejala. Jangan memaksakan diri, sebab kembali tenang butuh waktu yang tidak sebentar. “Memaafkan dan melupakan adalah dua hal yang berbeda, tapi mengizinkan diri untuk hidup tanpa trauma adalah kebaikan.”
***
Tentang Reviewer
Ika Vania Vitria Ningsih, kalau di dunia literasi lebih dikenal dengan Vania Vitria atau Valour Larryson. Penulis novel Izinkan Aku Bahagia (2020), Adorasi Rahsa (2021), dan My Destiny’s : Kelahiranku adalah Kematianmu (2022). Seorang akuntan yayasan non profit bantuan dana Global Fund USA. Saat ini tidak begitu aktif menulis karena kesibukan pekerjaan lain.
.png)
